
Oleh Dr. Tita Lestari, M.Pd., M.Si.
Tim Ahli Standar Pengelolaan BSNP Tahun 2017–2019
One’s ability to generate innovative ideas is not merely a function of the mind, but also a function of behaviors. if we change our behaviors, we can improve our creative impact (Jeff Dyer, Hal Gregersen & Clayton M. Christensen, 2011).
Terobosan kebijakan Merdeka Belajar (MB) terus bergulir. Hingga saat ini kebijakan tersebut sudah mencapai lima episode. Dalam artikel ini penulis mencoba menganalisis kebijakan MB yang berkaitan langsung satu sama lain, yakni MB episode 1 dan 5.
Merdeka Belajar Episode 1
MB episode 1 digulirkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim di penghujung 2019. Kebijakan tersebut menghasilkan beberapa keputusan. Pertama, penggantian Ujian Nasional (UN) dengan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) dan Survei Karakter (SK). Kedua, penghapusan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Ketiga, penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Keempat, peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
Empat kebijakan MB episode kesatu ketika itu mendapat perhatian yang cukup besar dari segenap ekosistem di sekolah, terutama guru. Hal ini dikarenakan tiga dari empat kebijakan tersebut, yakni USBN, UN, dan RPP berkorelasi langsung dengan deskripsi pekerjaan guru. Sementara itu, kebijakan PPDB zonasi merupakan ranah sekolah.
Di episode 1 ini, penulis hanya mengkaji tentang RPP, di mana kebijakan ini mengangkat tentang penyusunan dan pengembangan RPP yang dapat dilakukan secara sederhana oleh guru sesuai dengan prinsip efisien, efektif, dan berorientasi pada siswa. Berdasarkan Surat Edaran Mendikbud RI Nomor 14 Tahun 2019 tentang Penyederhanaan RPP, disebutkan bahwa RPP hanya terdiri atas tiga komponen yang meliputi (1) tujuan pembelajaran, (2) langkah-langkah (kegiatan) pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan keterampilan abad 21 dan pendidikan 4.0, serta (3) penilaian pembelajaran (asesmen).
Dalam hal ini, guru dapat menyusun, mengembangkan, memilih, memodifikasi, dan menggunakan RPP secara bebas dan sederhana sesuai dengan tiga prinsip tersebut. Tujuan dari penyederhanaan RPP ini adalah untuk meringankan beban administratif dan memberikan kebebasan kepada guru untuk berkreasi dan berinovasi dalam proses pembelajaran. Hal ini mengingat selama ini guru-guru sering diarahkan untuk menulis RPP dengan sangat rinci sehingga banyak menghabiskan waktu yang seharusnya bisa lebih difokuskan untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran.
Di lapangan, kebijakan penyederhanaan RPP ini sangat diapresiasi dengan sukacita oleh mayoritas guru. Beban administratif guru dan hal-hal yang bersifat teknis-prosedural lainnya yang selama ini dipandang kurang esensial bakal terkurangi.
Menurut saya, kebijakan tersebut cukup solutif dalam merespons realita yang ada. Kita mengetahui bahwa kompetensi dan integritas guru secara nasional cenderung sangat beragam, bahkan terbilang cukup senjang. Sebagai contoh, masih banyak fenomena di mana seorang guru hanya melakukan copy paste saat membuat RPP. Oleh karena itu, jika format RPP satu halaman benar-benar diterapkan, harus ada instrumen dan pedoman pengawasan yang dapat memastikan guru menyusunnya dengan kreatif dan penuh tanggung jawab.
Setelah memasuki tahun ajaran 2020/2021 dan dalam kondisi pandemi Covid-19, muncul pertanyaan, sejauh mana implementasi penyederhanaan RPP guru tersebut berjalan efektif? Siapa yang paling bertanggung jawab untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru dalam penyusunan RPP sederhana ini sampai pada pelaksanaannya pada level kelas? Kita tidak sedang mencari kambing hitam dalam persoalaan yang tidak sederhana ini, yang jelas kepala sekolah dan pengawas sekolah adalah mitra terdekat bagi guru yang diharapkan berperan aktif dan efektif dalam melakukan fungsi pengendalian (controlling) dan evaluasi.
Merdeka Belajar Episode 5: Guru Penggerak
MB episode 5 merupakan episode yang langsung membidik kompetensi pedagogik guru abad-21, yang disebut program Guru Penggerak. Kemdikbud (2020) memberikan suatu konsep Guru Penggerak sebagai pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh-kembang peserta didik secara holistik, aktif, dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila.
Dari uraian konsep dan program Guru Penggerak pada MB episode 5 tersebut yang berfokus pada dampak dan hasil belajar melalui pengembangan kepemimpinan dan pedagogik guru, saya belum menemukan terobosan baru di dalamnya, baik dalam konteks mekanisme maupun strategi program pelatihannya.
Menurut saya, ada beberapa peristilahan dan catatan penting yang perlu dipahami secara utuh oleh semua pihak yang terlibat dalam program ini. Dalam MB edisi kelima ini Kemendikbud akan mendorong Guru Penggerak menjadi pemimpin-pemimpin pendidikan di masa depan yang mewujudkan generasi unggul Indonesia. SDM unggul untuk pembangunan nasional Pelajar Indonesia ini merupakan pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Adapun capaian Merdeka Belajar adalah profil Pelajar Pancasila yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, kreatif, mandiri, bernalar kritis, gotong royong, dan berkebhinekaan global.
Program-program pelatihan guru dalam MB episode 5 ini dirancang dengan mengedapankan coaching dan on-job-training untuk memastikan teori-teori pembelajaran yang didapat dari pelatihan tersebut bisa ditransformasikan dalam kegiatan pembelajaran di ruang-ruang kelas dan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. Program guru penggerak mengembangkan komunitas praktik sebagai ruang belajar bersama dan berkolaborasi antarguru. Harapannya, guru bisa berkolaborasi dan saling mendukung saat menghadapi kesulitan dalam penerapan konsep yang dipelajari.
Selain itu, Guru Penggerak juga berperan dalam memberdayakan ekosistem sekolah lainnya untuk bersama-sama meningkatkan kualitas pembelajaran siswa dengan menjadikan data dan hasil refleksi sebagai basis menentukan kebijakan program.
Secara fungsional, pendidikan Guru Penggerak berguna untuk menciptakan pemimpin pembelajaran yang dapat mewujudkan dan mengaktualisasikan konsep Merdeka Belajar. Hasil yang diharapkan dari pendidikan dan pelatihan Guru Penggerak ini, menurut Kemdikbud (2020) adalah:
- Guru menjadi lebih mandiri, di mana setelah mengikuti pelatihan, mereka diharapkan dapat mengembangkan diri mereka sendiri dan juga membantu guru lain dengan refleksi, berbagi, dan berkolaborasi secara mandiri.
- Berpihak pada murid, yakni mengembangkan dan memimpin upaya untuk mewujudkan visi sekolah yang berpihak pada murid dan relevan dengan kebutuhan komunitas di sekitar sekolah.
- Manajemen pembelajaran yang lebih berpusat pada murid dengan melibatkan orang tua.
- Inovasi pengembangan sekolah, yakni mengembangkan sekolah melalui inovasi dan kolaborasi dengan para orang tua dan komunitas untuk menumbuhkan kemadirian dan kepemimpinan murid.
- Sesuai kode etik, yakni memiliki kematangan moral, emosi, dan spritual untuk berperilaku sesuai dengan aturan-aturan etika yang ada.
Pembahasan
Dari MB episode 1 dan MB episode 5, ada benang merah yang langsung terkait terutama dalam hal manajemen pembelajaran guru, mulai merencanakan, menjalankan, merefleksikan, hingga tahap mengevaluasi pembelajaran yang berpusat pada murid dengan melibatkan orang tua.
Pertama, perlu ada perubahan pola pikir di kalangan para guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah sebagai bagian dari ekosistem pendidikan untuk bertransformasi menjadi insan-insan pendidikan yang kreatif. Dalam hal ini, para pengawas sekolah yang sejak awal dilibatkan sebagai mitra belajar calon guru penggerak untuk mengaktivasi program-program pengembangan guru diharapkan memiliki peran signifikan dalam mentransformasi perubahan pendidikan di wilayah kerjanya.
Apalagi, seleksi untuk menjadi fasilitator guru penggerak ini demikian ketat. Tindakan nyata seorang guru dalam menyusun RPP lalu melaksanakannya di kelas dengan kreatif sebagaimana diharapkan oleh program MB 1 hanya akan berhasil apabila cara pandang parameter penilaian kinerja seorang guru yang kompeten sudah benar-benar berubah. Artinya, guru yang kompeten tidak diukur dengan tebalnya perangkat pembelajaran dan administrasi guru yang mereka susun. Demikian pula dalam menilai kinerja sekolah dengan terlebih dahulu mengisi borang Evaluasi Diri Sekolah (EDS) untuk pemenuhan rapor mutu pendidikan setiap tahun dan akreditasi sekolah setiap lima tahun sekali, harus berubah dari yang asalnya berbasis dokumen menjadi berbasis aktivitas kinerja.
Kedua, perlu pembimbingan khusus bagi guru melalui pemodelan langsung dari expert. Dalam hal ini, fasilitator yang telah dilatih di tingkat nasional harus bisa menjadi model, bukan lagi hanya menyampaikan materi melalui PowerPoint seragam sebagaimana yang selama ini terjadi, tetapi harus dipraktikan langsung dalam kegiatan pembelajaran di ruang kelas melalui berbagai pendekatan pembelajaran abad-21 yang melekat dengan penggunaan ICT, sesuai dengan karakteristik pendidikan 4.0. Teori-teori kemerdekaan belajar (freedom of learning) dan berbagai pengalaman terbaik (best practices) yang bersumber dari literatur sekolah-sekolah Barat barangkali akan sangat berguna dalam mentransformasi budaya belajar di sekolah-sekolah tanah air.
Ketiga, pembimbingan khusus kepada guru dalam melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar siswa. Dalam hal ini, guru harus dibimbing agar mengerti bagaimana mengumpulkan, mengolah, dan menggunakan data penilaian aspek kognitif (pengetahuan dan keterampilan) dan non-kognitif (sikap dan karakter) untuk meningkatkan kualitas belajar peserta didik. Selain itu, guru juga perlu dibekali pengetahuan tentang asesmen diagnostik yang secara spesifik untuk mengidentifikasi kompetensi, kekuatan, kelemahan peserta didik, sehingga pembelajaran dapat dirancang sesuai dengan kompetensi dan kondisi peserta didik.
Keempat, kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan bagian penting yang tidak terpisahkan dari inti RPP. Dalam hal ini, siswa harus dipersiapkan untuk memiliki kecakapan dalam melakukan analisis (analyze), evaluasi (evaluate), dan mencipta (create). Skill tersebut juga termasuk kemampuan untuk memecahkan masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), dan kemampuan mengambil keputusan (decision making), yang sejatinya menjadi spirit dari RPP MB episode 1 ini.
Dari paparan di atas, penyederhanaan RPP dalam prakeknya tidak sesederhana yang ditulis dalam naskah kebijakan MB episode 1 tersebut. Butuh satu gerakan yang cepat dan membumi agar dampaknya dapat dirasakan langsung oleh peserta didik generasi milenial abad 21. Hal ini dapat dimulai dari guru guru yang kreatif, yang untuk mencapainya, mereka harus dilatih melalui pendidikan yang didesain secara terprogram dan sistimatis.
Ungkapan bahwa kemampuan seseorang untuk menghasilkan ide-ide inovatif bukan hanya sekedar fungsi pikiran (teori) melainkan juga fungsi perilaku (praktik), adalah benar adanya. Artinya dampak dari guru yang kreatif akan menghasilkan siswa yang kreatif pula (Dyer et al, 2011: 32).
DAFTAR PUSTAKA
Dyer, J., Greggersen, H. & Christensen, C. M. (2011). The Innovators DNA. Boston: Harvard Business Review Press.
Lestari, T. (2003). Faktor-faktor Sistem Manajemen Pelatihan Tenaga Kependidikan Berrbasis Kompetensi yang Berorientasi Pada Kebutuhan pelatihan dalam Kerangka Otonomi Daerah. Program Pascasarjana UPI Bandung 2003.
Kemdikbud RI. (2019). “Merdeka Belajar Episode Kesatu”.
Kemdikbud RI. (2019). “Surat Edaran Mendikbud Nomor 14 Tahun 2019”.
Kemdikbud RI. (2020). “Merdeka Belajar Episode Kelima: Guru Penggerak”.
Terima kasih atas ulasannya, semoga menambah wawasan yang semakin luas menghadapi tantangan karekteristik pendidikan 4.0.