Suyanto.id–Di sela riuh-ramai jalanan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), berembus kabar soal rencana pembukaan sekolah kembali.
Mendikbud Nadiem Makarim dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR RI menyebut pihaknya sudah menyiapkan sejumlah skenario terkait belajar mengajar selama pandemi.
“Penanganan skenario apapun (soal pembukaan sekolah) terus jadi suatu diskusi dengan pakar-pakar dan tentunya keputusan itu masih dalam gugus tugas bukan di Kemendikbud,” ujarnya Nadiem saat RDP melalui konferensi video, Rabu (20/5).
Ia pun menepis berbagai rumor soal waktu pembukaan sekolah, karena Kemendikbud tidak mengeluarkan pernyataan apapun soal ini.
Meski demikian, pengamat pendidikan Profesor Suyanto menuturkan pembukaan sekolah jangan sampai mengorbankan keselamatan anak-anak.
Menurutnya, musti ada jaminan bahwa anak-anak bisa belajar dengan aman. Jangan sampai pembukaan sekolah dilakukan terburu-buru demi memenuhi desakan kebutuhan ekonomi.
“Membuka sekolah kan bagian dari dunia bisnis. Bisnis kan saat ini macet, retail macet, ya mendesak untuk (sekolah) dibuka. Masalahnya jika dilihat sangat sulit, keselamatan atau ekonomi,” kata Suyanto pada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Sabtu (23/5).
Dia menjelaskan pembukaan sekolah secara tidak langsung menggerakkan roda perekonomian. Ada mobilisasi orang otomatis ada peningkatan konsumsi. Perekonomian, lanjutnya, tolok ukurnya adalah konsumsi masyarakat.
Sekolah buka artinya akan ada pergerakan orang dengan alat transportasi, kantin sekolah kembali buka, juga uang saku anak yang bakal lari ke kantong-kantong pedagang makanan di depan sekolah. Suyanto berkata anak sekolah memang menggerakkan ekonomi.
“Tapi kalau sekolah ditutup terus sepi, secara psikologis itu ‘Oh ini ada yang gawat’, ya memang sebetulnya gawat. Tapi kalau kita pura-pura enggak gawat, lalu sekolah dibiarkan buka, saya cemas kalau enggak ada perlindungan cukup,” imbuhnya.
Memastikan anak aman
Di samping persoalan infrastruktur dan masalah korupsi di tubuh Kemendikbud, Nadiem memiliki ‘pekerjaan rumah’ lebih saat kembali membuka sekolah. Protokol kesehatan terkait Covid-19 seperti cuci tangan dan jaga jarak jelas harus jadi perhatian sekolah.
“Jangan dibayangkan semua sekolah ada (tempat cuci tangan yang cukup). Ini harus disiapkan,” ujar Suyanto.
Guru besar di Universitas Negeri Yogyakarta ini pun berkaca dari pengalaman Prancis. Melansir dari Business Insider, usai pembukaan sekolah Perancis mencatat sebanyak 70 kasus Covid-19 baru.
Menteri Pendidikan Perancis Jean-Michel Blanquer kasus ini ditemukan setelah seminggu sekolah buka. Menurutnya kasus ini adalah sesuatu yang ‘tak bisa dihindari’.
Suyanto menambahkan status orang tanpa gejala (OTG) pun membuat virus ini makin tak terlihat.
“Saran saya untuk kementerian, kalau sekolah mau dibuka harus dipastikan anak-anak kita aman. Tapi, kalau bukanya dengan alasan supaya ekonominya bergerak, harus dipikir ulang tentang social benefit dan social cost-nya,” katanya. (els/ard)
Sumber: CNN Indonesia
Kemendikbud jangan berjudi antara nyawa dan ekonomi karena jika kemendikbud jujur pada diri sendiri. FAKTANYA :
1. Untuk memastikan tempat cuci tangan yang cukup saja sudah pasti tidak cukup KECUALI Kemendikbud memberikan dana tambahan untuk penangulangan COVID19 diluar dana BOS karena Dana BOS saja tidak bisa mencukupi operasional sekolah.
2. Masker, Apakah orang tua siswa bisa memastikan siswa membawa 2 masker kain selama proses kbm tatap muka. mengingat masker kain hanya bisa dipakai 3 jam. apakah masker harus disediakan oleh satuan pendidikan.
3. Karakteristik Covid19 yang cukup lama bertahan di benda dan udara membuat satuan pendidikan harus mensterilkan ruang kelas, berapa banyak Desinfektan yang harus disiapkan sekolah untuk mensterilkan ruang kelas setiap harinya. Ditambah lagi tenaga kebersihan sekolah kurang. karena faktanya selama ini sebagian besar sekolah di indonesia. siswalah yang disuruh untuk membersikan kelas atau piket. apakah mereka akan dibebankan untuk membersikan ruang kelas mengunakan desinfektan…..?
4. SARPRAS Yang masih sangat kurang. Kemendikbud punya datanya.
apakah harus jam belajar dibuat shift, apabilah harus menjaga jarak lebih dari 2 meter maka 1 ruang kelas bisa jadi hanya bisa menampung paling banyak 15 orang. sementara faktanya 1 ruang kelas di indonesia pada umumnya saat ini memuat 25-30, itu yang normal didaerah banyak sekolah yang 1 ruang kelas dipaksakan memuat 35 – 40 orang. sisanya dikemanakan. apakah kemendikbud mau membangun ruang kelas baru…? jika di buat shift akan menimbulkan biaya tambahan untuk pengajian guru, honorer sangat banyak disekolah. kemendikbud tau datanya dana BOS bayar honor semua pun tidak akan cukup.
Kemendikbud sangat tau keadaan satuan pendidikan. oleh karena itu jaganlah berjudi dengan mempertaruhkan Keselamatan Anak2 Indonesia, HATI – HATI ” JANGAN SAMPAI PEMBELAJARAN TIDAK EFEKTIF NAMUN COVID 19 LEBIH EFEKTIF DALAM MEMBUNUH MASA DEPAN INDONESI, KARENA SISWA ADALAH MASA DEPAN NEGARAN INI. Sekolah dibuka di wilayah Zona Hijau yang kuning dan Merah jaganlah… Salam Sehat Prof.
Salam sehat juga. Yaa kecemasan sampeyan juga menjadi kecemasan saya. Maka harus hati hati membuka sekolah kembali.
Betul, harus ditimbang dengan matang. Seandainya nanti keadaan sudah mulai kondusif. Tetap saja utk anak2 pg/tk dan kelas 1 sd 3 sd sebaiknya diliburkan dulu. Melihat perkembangan kondisi kakak kelasnya. Tks prof
Yaa betul.krn anak anak.kelas rendah sulit di disiplinkan untuk jaga jarak.