Home Cerpen Cinta Sejati

Cinta Sejati

0
Cinta Sejati

Wuryanti, S.Pd.I, M.Pd.
Guru MI Ma’arif Plampang, Kulon Progo

Suyanto.id–Siang itu jam istirahat, teman-teman kantor keluar untuk makan siang. Dian yang hendak pulang kampung mengajak Icha membantunya berkemas. Dian adalah teman dekat Icha, dia  cewek paling cantik di kantor Icha bekerja. Setiap hari mereka bersama dan kadang sepulang kantor Dian mengajak Icha makan dan kemudian mengantarnya pulang.

Rumah Icha tidak terlalu jauh dari kantor tempat mereka bekerja, sedangkan rumah Dian di luar kota sehingga dia harus tinggal di kontrakan. Mereka keluar kantor menuju tempat parkir kendaraan. Tak lama berselang, Dian dan Icha keluar dari parkiran menaiki motor butut Dian dan melaju menuju kontrakan.

Kontrakan Dian hanya berjarak satu kilometer dari kantor. Kontrakan itu terasa lengang dan sepi pada siang hari karena sebagian besar penghuninya bekerja. Hanya Dian yang siang ini pulang karena hendak mengemasi barang-barangnya yang akan dibawa pulang kampung.

“Bantu aku beres-beres, ya,” kata Dian. Icha mengangguk sambil berjalan mengikuti langkah Dian.

Dian mengeluarkan kunci dari dalam sakunya, kemudian mulai membuka pintu. Setelah pintu terbuka, Dian menggandeng tangan Icha yang sedari tadi hanya diam. Icha berpikir bahwa dia akan merasa sangat kesepian kalau Dian pulang ke kampungnya. Selama ini hanya Dianlah satu-satunya teman yang mengerti, bersedia mendengarkan keluh kesahnya jika ada masalah.

Di ranjang terdapat setumpuk pakaian yang akan dibawa pulang kampung. Dian mengambil koper dari dalam lemari dan memberikannya kepada Icha. Dengan tersenyum, Icha mengambilnya kemudian mulai merapikan beberapa pakaian dan memasukkannya ke koper.

“Makasih, ya, sudah dibantu berkemas, “ucap Dian setelah semua pakaian masuk ke dalam koper.

“Iya, sama-sama,” jawab Icha masih dengan senyuman manisnya.

Dian memeluk Icha beberapa waktu sebagai tanda perpisahan.

Selama ini, Icha merasa nyaman berada di dekat Dian. Dian adalah kawan yang nyambung kalau diajak ngobrol. Icha juga mengagumi Dian, selain cantik dan lembut perangainya, Dian seorang pekerja keras dan disukai semua orang di kantor. Tak terasa matahari mulai bergeser ke arah barat. Dian dan Icha kembali ke kantor melanjutkan rutinitasnya sampai sore.

Setelah jam kantor berakhir Icha dan Dian bersiap untuk pulang. Setelah sampai di rumah, Icha masih teringat Dian yang tiba-tiba memutuskan pulang kampung. Saat hari sudah malam pun Icha belum bisa memejamkan kedua matanya. Tiba-tiba terdengar suara dari handphone Icha, rupanya Dian mengirim pesan lewat WhatsApp.

“Terimakasih, ya, sudah membantu aku berkemas,” ucap Dian pada pesan di handphone Icha.

“Iya sama-sama,” balas Icha.

***

Hari berikutnya, setelah pulang kerja Icha bergegas ke kontrakan Dian. Kali ini kontrakan Dian ramai karena teman-teman kontrakan Dian sebagian sudah pulang kerja.

“Mau cari Dian, ya, Mbak,” tanya perempuan muda di kontrakan Dian.

“Iya, Mbak,” jawab Icha kepada teman kontrakn Dian.

“Silakan masuk, Mbak, Dian ada, kok, di dalam,” kata perempuan itu kepada Icha.

“Iya, terimakasih,” jawab Icha sambil berjalan ke arah kamar Dian.

Sesampainya di depan kamar, Icha mengetuk pintu. Dari dalam kamar terdengar langkah kaki menuju pintu. Pintu pun terbuka, Dian muncul dari balik pintu dengan senyuman khasnya.

“Icha, kok gak kasih kabar kalau mau ke sini. Ayo masuk,” ajak Dian sambil menarik tangan Icha.

Baca juga:   Jendela Biru

“Iya, tadi pulang dari kantor terus ke sini, kok,” jawab Icha sambil melangkah masuk.

“Kamu jadi berangkat besok?” tanya Icha.

“Iya jadi,” jawab Dian.

“Ya sudah, selamat jalan yah, jangan lupakan aku,” ucap Icha lagi.

“Iya, aku tidak akan pernah melupakan kamu, Cha,” balas Dian sambil tersenyum.

Hari sudah sore saat Icha berpamitan hendak pulang. Dian mengantar Icha sampai teras depan kontrakan.

***

Pagi hari berikutnya Icha tidak langsung ke kantor, Icha membelokkan laju motornya menuju kontrakan Dian. Pagi ini Dian akan berangkat pulang kampung naik kereta dari stasiun. Kereta berangkat pukul 09.00 pagi. Icha benar-benar merasa kehilangan jika Dian pulang kampung. Icha ingin sekali mencegah Dian pulang, tetapi bagaimana lagi, Dian pulang karena ibunya memintanya pulang untuk sementara waktu.

Saat Icha tiba di kontrakan, Dian telah berpakaian rapi siap untuk berangkat ke stasiun. Icha memegang erat tangan Dian seakan tidak rela melepas kepergiannya. Untuk beberapa saat mereka terdiam, larut dalam pikiran masing-masing.

“Ayo berangkat,” ucap Dian sambil meraih kopernya dan berjalan keluar kamar menuju teras depan.

Tak lama kemudian, taksi yang dipesan Dian pun tiba. Dian menyalami Icha dan memeluknya sebelum masuk ke dalam taksi. Hati Icha serasa disayat sembilu menatap kepergian Dian. Tak terasa air mata menetes membasahi kedua pipi Icha yang memerah.

“Kapan aku akan bertemu lagi dengan Dian,” ucapnya dalam hati.

Icha pun kemudian menaiki motornya menuju kantor tempatnya bekerja, melanjutkan aktivitas rutinnya tanpa kehadiran Dian di sisinya.

***

Setelah kepergian Dian, Icha seakan kehilangan semangat hidupnya. Icha menghentikan aktivitas hariannya kecuali bekerja di kantor. Setiap kali teringat Dian, air mata Icha selalu mengalir membasahi pipinya, bahkan matanya pun sembab karena terlalu sering menangis. Rupanya kepulangan Dian untuk memenuhi permintaan ibunya yang sedang sakit. Ibunya meminta Dian untuk berhenti bekerja dan segera menikah dengan lelaki pilihan keluarganya.

Dua minggu sudah kepergian Dian dari sisi Icha. Icha mencoba memulai aktivitas yang beberapa saat terhenti. Icha berusaha bangkit. Icha mulai menata hatinya walaupun terasa sangat sulit melupakan kenangan-kenangan indah yang dilaluinya bersama Dian.

Icha memandangi kado yang diberikan oleh Dian sebagai kenang-kenangan. Icha mulai membuka sampul pembungkus kado yang penuh dengan bunga. Icha mengambil sebuah buku harian dari dalam kotak kado kemudian menciumnya. Dalam kotak kado tersebut juga ada tempat pensil dan sebuah gelang cantik. Icha mengambil pena kemudian mulai menuliskan sebuah puisi ksusus untuk Dian dalam buku harian itu.

Sebulan telah berlalu semenjak kepergian Dian. Buku harian Icha telah terisi beberapa puisi tentang kisah cinta mereka berdua. Icha berencana menulis sebuah buku puisi yang akan dipersembahkan untuk Dian suatu saat nanti.

Sosok Dian adalah inspirasi bagi Icha, dengan kehadiran Dian di hatinya merupakan penyemangat dalam setiap langkah Icha. Icha berniat untuk menjadikan kepergian Dian sebagai penyemangat bukan sebaliknya. Icha mulai mengisi hari-harinya dengan menulis. Bahkan sekarang Icha pun terjun ke dunia jurnalistik. Semua yang dilakukan Icha bukan untuk melupakan Dian tapi sebaliknya, Icha ingin selalu mengingat dan mengenang Dian dalam setiap langkahnya.(*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here