Home Tips Hiseri Cita-Cita Saya Jadi Perawat

Cita-Cita Saya Jadi Perawat

4
Cita-Cita Saya Jadi Perawat

Oleh Edison Kabak, S.Kep., Ners., M.Kep.
Staf Politeknik Kesehatan Kemenkes Jayapura Program Pendidikan D-III Keperawatan Wamena

Suyanto.id–Pada tahun 1992, saya tamat SD YPK Ebenhaezer Argapura, Jayapura. Saya kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 3 Sentani Yoka Pantai, duduk di bangku kelas satu B.

Saya ingat, di hari pertama kami belajar, wali kelas kami, Sugiarti, S.Pd. menanyai kami satu per satu, termasuk saya.

“Edison, kamu sebutkan nama lengkap, tempat tanggal lahir, asal Kabupaten dan cita-cita mau menjadi apa,” ibu guru Sugiarti tanya saya begitu

Langsung saja saya perkenalan diri saya kepada teman-teman dan ibu guru di kelas. Saya sampaikan bahwa cita-cita saya menjadi perawat. Mendengarnya, teman-teman tertawa.

Dari sekian banyak siswa-siswi kelas satu B itu, ada dua orang yang cita-citanya sama dengan saya. Berarti, termasuk saya, ada tiga siswa yang cita-cita menjadi perawat. Setiap guru-guru masuk mengajar di kelas dan tanya cita-cita, kami pertiga selalu bilang bahwa kami ingin menjadi perawat. Dari kelas satu sampai naik ke kelas tiga SMP, kami tetap pertahankan cita-cita tersebut.

Ketika saya bilang kepada teman-teman soal cita-cita menjadi perawat, mereka tidak yakin. Menurut mereka, saya tidak bis amenjadi perawat karena kidal. Menurut mereka, untuk mencari perawat, bidan, dan dokter, tidak boleh kidal.

Kendati demikian, saya tetep pada keyakinan saya, suatu saat nanti saya akan menjadi perawat. Saya tidak terpengaruh kepada omongan teman-teman. Oleh karena itu, saat duduk di kelas tiga SMP, saya langsung berencana untuk melanjutka ke Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) di Tomohon, Sulawesi Utara. SPK ini miliki gereja Kristen di Tomohon. Secara mental saya sudah siap dan yakin untuk berangkat melanjutkan pendidikan SPK di sana, sekalipun saya tidak punya uang dan tidak punya orang di Tomohon.

Diskusi malam

Mendekati ujian SMP, ada pertemuan khusus dengan bapak angkat, Dr. Isak JH. Tukayo, S.Kp., M.Sc. dan Dokter Arthur Jahja, M.A. di rumah Dinas Gereja GKI Balai Pengobatan KIA Yoka Pantai miliki Gereja GKI Irian Jaya (tempat tinggal Dokter Arthur Jahja, sekarang bernama GKI di Tanah Papua). Pertamuan itu membahas rencana studi saya setelah SMP, apakah akan melanjutkan ke SPK di Tomohon-Manado (Sulut) atau melanjutkan SPK Depkes Wamena. Saya dilibatkan dalam pertemuan tersebut.

Pertemuan kami itu pukul 9 malam mulai sampai 5 pagi, untuk menawarkan saya melanjutkan pendidikan ke SPK Depkes Wamena. Alasannya, SPK Tomohon itu sekolah swasta, selesai studi wajib pelayanan kesehatan sekian tahun, baru dapat melamar ke pekerjaan di tempat lain. Sementara itu, jika sekolah di SPK Depkes Wamena, beberapa bulan kemudian diangkat menjadi calon pegawai sipil. Pukul 5 pagi saya akhirnya memutuskan mengambil kesempatan melanjutkan pendidikan ke SPK Depkes Wamena.

Berangkat ke Wamena

Tahun 1995, setelah tamat SMPN 3 Sentani Yoka, saya ke Wamena untuk mendaftar ujian masuk SPK Depkes Wamena. Ketika itu, Kepala Sekolah SPK Depkes Wamena adalah ibu Merry Sapuletej, AMK.

Setiba di Wamena, saya hubungi Dokter Eko Wulandari, Kepala Rumah Sakit Effatha Anguruk (RSEA). Oleh Dokter Eko Wulandari, saya diantar bertemu Pdt. Judas Meage, S.Th. sebagai ketua Asrama Putra Pdt. F.J.S Rumainum Wamena. Saya pun diizinkan tinggal di sana selama mengikuti ujian masuk.

Saat menunggu hasil tes masuk SPK  Wamena, Kakak Nelson Kabak datang menemui saya.

“Mari, Adik kita duduk sama-sama di sini,” Kakak Nelson Kabak datang bersama beberapa orang temannya.

“Adik, sudah testing di SPK Depkes Wamena kah adik? tanya Kakak Nelson lagi.

“Iya, kaka saya sudah testing, sekarang saya tunggu hasil testing tinggal di Asrama ini.”

“Adik, ko mau lulus kah Zet Kabak yang pintar naik dari Jayapura datang testing di SPK Depkes Wamena saja tidak lulus, adik pikir, adik mau lulus di SPK itu kah, guru-guru SPK itu pilih kasih terima siswa SPK itu hanya terima kekeluargaan di situ dan main sokong saja di terima disitu.”

Saya tetap percaya diri dan menjawab tenang, “Kaka, tidak apa-apa nanti saya tidak lulus testing, saya akan kembali ke Jayapura masuk SMA di Jayapura, baru saya akan testing di Akademi Keperawatan (AKPER) di Jayapura. Jadi, kaka tidak jadi masalah buat saya,” ujar saya dengan yakin.

Ketika Kakak Nelson cerita itu, saya sempat bercerita juga dengan Pak Hatin Pahabol yang juga tinggal di asrama yang saya tinggali. Pak Hatin Pahabol menguatkan saya, “Kawan ko akan terima di SPK Depkes Wamena, karena kawan Edison itu kelihatan cocok menjadi seorang perawat. Jadi, kawan akan terima atau akan lulus di SPK Wamena, kawan ko pegang tangan dengan saya sekarang karena ko akan di terima SPK Wamena.”

Saya di terima sebagai calon siswa SPK pada tahun 1995, selesai SPK pada tahun 1998. Jadi, pas tiga tahun saya studi SPK Depkes Wamena. Setelah selesai, saya langsung berangkat ke Jayapura dengan orang tua angkat saya, Dr. Isak HJ. Tukayo ke Perumahan Bumi Asri Husada, Perumahan Dosen Akademi Kesehatan (AKES, sekarang Politenik Kesehatan Kemenkes Jayapura).

Tugas pertama Balai Pengobatan Pos GKI Pagai

Pertama ketemu Almarhum Simon Kabak di Asrama Pdt. S.Liboran Padang Bulan Abepura, langsung saja saya ditawari ikut ke Pos Pagai untuk bantu-bantu di Balai Pengobatan di Pos GKI Bagai. Tawaran itu saya setujui. Lalu, saya ikut Bapak Simon Kabak ke Pos Pagai bersama Pak Jan Piet Kabak, anak pertama Almarhum Simon Kabak, dan Pak Onny Nauw. Kami menempu jalan darat menggunakan truk.

Tiba di Bagai Pos PI GKI Pagai, saya melayani masyarakat di bidang pelayanan kesehatan di balai pengobatan selama satu bulan lebih. Oleh karena cita-cita saya menjadi perawat, kerja melayani masyarakat di lapangan pun penuh saya lakukan dengan suka cita, tanpa mengeluh sekali tanpa honor hanya sedikit.

Dari Pagai pindah ke Pos PI GKI Benawa

Saya ke Benawa di antar oleh Bapak Simon Kabak menggunakanperahu Jhonson, dari sungai Mamberamo masuk ke Kali Benawa, langsung naik ke Benawa tempat pemukiman pendudukan masyarakat atau Pos PI GKI Benawa. Saya ke Benawa bersama Pak Jan Piet Kabak dan Pak Onny gNauw. Di daerah ini, saya bergabung dengan mantri Herman Yual, Amd.Kep. yang ketika itu menjadi koordinator di balai pengobatan kesehatan.

Saya bekerja Benawa selama beberapa bulan tanpa honor. Akan tetapi, pekerjaan itu saya lakukan secara sukarela, yang penting cukup makan, minum, dan tempat tinggal.

Untuk mencukupi kebutuhan hidup, kadang-kadang petugas kesehatan ke hutan untuk berburuh kukus pohon, kukus tanah, dan gaharu di hutan. Saat itu terjadi, saya sendiri stand by di balai pengobatan pelayanan kesehatan. Ketika orang-orang sakit datang berobat, saya dapat melayani mereka. Pada saat itu, saya betul-betul fokus dalam pelayanan kesehatan.

Dari Benawa ke Wamena

Pada 1999, saya ikut tes CPNS. Ini pertama terjadi karena sebelumnya masyarakat yang selesai pendidikan kesehatan langsung diangkat menjadi CPNS. Ketika itu masa tunggunya hanya tiga bulan. Puji Tuhan, saya lulus dan di tempatkan Pustu Sumohai yang ketika itu masih begabung dengan Kabupaten Jayawijaya. Di Pustu Sumohai saya bekerja selama 6 bulan, kemudian ditarik ke Puskesmas Induk Kurima oleh Kepala Puskesmas Kurima, Lilik Suharno, AMK. Saat kepeindahan ini, saya sudah menjadi pegawai negeri sipil.

Baca juga:   Masyarakat Antikarakter

Ketemu Ibu Merry Sapuletej

Pada waktu itu, saya ada keperluan urusan ke  Dinas Kesehatan Kabupaten Jayawijaya. Setelah urusan selesai, saya ke UGD RS Wamena. Dalam perjalanan, saya bertemu Ibu Merry Sapuletej, AMK.

“Hei, selamat pagi Edison,” katanya. “Edison mau melanjutkan pendidikan di Jayapura? kapan melanjutkan pendidikannya?”

Saya sendiri kaget dan menjawab, “Ibu, saya belum tahu rencana saya melanjutkan pendidikan di Jayapura karena saya baru PNS. Jadi, dua tahun saya kerja dulu baru nanti saya akan melanjutkan pendidikan.”

“Edison, kamu siap tahun ini pergi melanjutkan pendidikan D3 keperawatan ke Politeknik Kesehatan Jayapura?”

Saya masih ragu dan saya sangat tidak percaya karena aturan kepegawaian tidak memungkinkan untuk itu.

“Nanti ibu yang akan lapor ke Dinas Kesehatan. Besok ketemu saya di kantor SPK.”

“Baik, saya siap ibu. Terima kasih.”

Besok paginya saya menemui Ibu Merry Sapuletej di kantor SPK Depkes Wamena. Beliau mengarahkan saya untuk bertemu Bapak Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Jayawijaya, Bapak Theodorus K. Ketika saya temui, Sekretaris Dinas Kesehatan memberi syarat satu tahun bekerja sebelum melanjutkan pendidikan. Ketika hal ini saya sampaikan kepada Ibu Merry, beliau berjanji akan berkomunikasi dengan sekretaris dan saya diminta menyiapkan persyaratan untuk mendaftar kuliah.

Saya pribadi memang berkeinginan besar untuk melanjutkan pendidikan. Saya pun menyiapkan persyaratan-persyaratan yang diperlukan.

Ketika saya mengumpulkan persyaratan, pendaftaran hampir tutup. Ibu Merry berkomunikasi dengan Ibu Irawati sebagai panitia.

“Ibu, masih ada waktukah Edison bisa daftarkah?

Ibu Irawati menjawab, “Bisa-bisa, masih ada waktu 15 menit, ayo Edison persyaratanmu mana? Sekarang juga bisa daftar, waktu sedikit lagi, akan tutup pendaftaran.

Lalu, saya bilang, “Ibu, minta maaf persyaratan saya masih ada ditempat tugas saya di Kurima.”

Luar biasa, mereka memberi kesempatan untuk mengambil persyaratannya. Besoknya diminta membawa ke panitia penerimaan calon mahasiswa baru.

Keesokan harinya, saya pun menyelesaikan administrasi pendaftaran calon mahasiswa baru. Setelah mengikuti ujian tulis, saya pun resmi tugas belajar ke Politeknik Kesehatan Jayapura Program D-III Keperawatan. Saya masuk 2002 dan selesai 2005.

Setelah selesai studi, saya pulang ke Wamena. Kepala SPK Wamena, Saleh Seran, S.Pd. menawarkan saya menjadi staf di SPK Depkes Wamena. Saya pun bekerja di SPK selama enam bulan. Ketika menjadi staf SPK Wamena, ada staf SPK yang tidak senang dengan kehadiran saya. Saya tidak mempermasalahkannya dan tetap setia melaksanakan tugas yang dipercayakan pimpinan.

Tahun 2006, Dinkes Kabupaten Yahukimo menarik saya menjadi staf di Dinkes Kabupaten Yahukimo dan dilantik menjadi Kasubbag umum Dinkes Kabupaten Yahukimo. Saya juga dipercaya menjadi Pengelola Program Pendidikan D3 Keperawatan kerja antara Pemerintah Kabupaten Yahukimo dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Uncen (2007–2008).

Tahun 2008, saya diberikan kesempatan melanjutkan Program Pendidikan Ners di bawah kendali Fakultas kedoteran Uncen di Jayapura. Pada 2010 saya menyelesaikan pendidikan akademik dan 2011 menyelesaikan profesi keperawatan.

Selesai studi saya kembali ke Dinkes Kabupaten Yahukimo, kembali sebagai staf di sana. Saya mendapat tawaran untuk pindah ke RSUD Dekai Yahukimo, tetapi Kepala Dinkes Kabupaten Yahukimo menahan saya.

Dari Dinkes Kabupaten Yahukimo ke Politeknik Kemenkes Jayapura

Pada 2015, saya pindah tugas dari Dinkes Kabupaten Yahukimo ke Politeknik Kemenkes Jayapura Program Pendidikan D-III Keperawatan Wamena, sebagai staf pengajar. Kemudian, karena adanya tuntutan pengembangan SDM kesehatan, tahun 2016 saya pergi kuliah di Program Magister Keperawatan Peminatan Pendidikan Keperawatan atau Nursing Education di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Setelah lulus, tes saya melapor ke Kasubbag Adum Politeknik Kemenkes Jayapura. Saya malah dapat marah dan gaji saya diancam ditahan. Saya dianggap pergi kuliah tanpa alasan yang jelas. Padahal, saya mendapat tugas belajar dari pimpinan tertinggi di Politeknik Kemenkes Jayapura.

Akhirnya saya kembali ke Program Pendidikan D-III Keperawatan Wamena dan melapor ke Universitas Muhammadiyah Yogyakarta bahwa saya batal kuliah. Saya sampaikan bahwa saya akan melanjutkan kuliah tahun berikutnya. Perisitwa ini tidak membuat saya berpikiran negatif dan kecewa, apalagi stres. Saya tetap bersyukur kepada Tuhan dan yakin bahwa Tuhan sudah membuat rencana terbaik untuk saya.

Beberapa hari kemudian, saya dapat SMS dari Biro Keuangan Propinsi Papua bahwa saya dibantu biaya. Bantuan bersifat bantuan sosial untuk melanjutkan pendidikan magister keperawatan di UMY. Hal ini saya sapatkan karena setelah lulus tes kuliah, saya mengajukan proposal bantuan biaya studi ke Propinsi Papua. Tuhan telah membuka jalan luar biasa untuk saya.

Setelah mendapat bantuan dari Provinsi Papua, saya laporkan ke Pimpinan Politeknik Kesehatan Jayapura, bahwa saya mendapat bantuan. Saya meminta saran, apakah saya harus mengembalikan biaya bantuan kuliah yang saya terima karena saya batal kuliah atau bagaimana. Pimpinan menyarankan saya menghubungi UMY untuk menanyakan apakah saya bisa masuk kuliah tahun itu juga atau tidak. Ternyata UMY membuka pintu lebar-lebar untuk saya. Padahal, waktu itu mahasiswa lain sudah aktif kuliah.

Oleh karena dari awal bercita-cita menjadi perawat profesional, saya hadapi semua tantangan atau hambatan yang ada, saya hadapi dengan kepala dingin; hanya andalan kekuatan Tuhan Yesus. Saya masuk kuliah 2016 dan selesai tahun Mei 2019.

Setelah selesai studi, saya kembali ke program pendidikan D-III Keperawatan Wamena Politeknik Kemenkes Jayapura sebagai sfat pengajar. Puji Tuhan, tahun 2020 dipercaya menjadi koordinator kelas pararel Pendidikan Profesi Ners di Wamena, sampai saat ini.

Setiap manusia pasti punya cita-cita untuk masa depannya. Setiap manusia masa depannya tidak bisa di tentukan oleh sanak-saudara, pimpinan, atau bahkan orang tua sekalipun. Masa depan kita ditentukan oleh kita sendiri dengan cita-cita masa depan yang besar itu. Ketika kita punya cita-cita yang besar, kita harus kejar cita-cita itu dengan usaha sekuat kemampuan. Kita tidak bisa hidup ketergantungan kepada orang lain. Kita harus melakukan dengan usaha dan tindakan nyata untuk mewujudkan cita-cita kita itu.

Terbukti cita-cita saya menjadi perawat sejak duduk di bangku SMP itu jadi kenyataan sekarang. Setiap cita-cita kita masa depan, kita harus libatkan Tuhan, pasti Tuhan buka jalan yang terbaik buat kita manusia yang mulia ini, karena masa depan kita itu rahasia Tuhan. Tantangan, hambatan, dan ancaman yang datang dari dalam dan dari luar itu hal yang biasa.

Oh ya, dua teman SMP saya yang juga bercita-cita menjadi perawat itu adalah Welmins Tukayo, S.Kep. dan Helda Maniagasi, S.Kep., Ns. Welmins sekarang bekerja di Dinas Kesehatan Provinsi Papua dan Helda bekerja di Rumah Sakit Jiwa Abepura. Itu artinya, kami bertiga berhasil menjadi perawat. (*)

4 COMMENTS

  1. Terimakasih sudah menceritakan pengalamannya, pengalaman anda ini bisa menjadi motivasi untuk saya bisa yakin dan kuat kalau saya bisa menjadi seorang perawat

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here