Home Tips Hiseri Di Ujung Rotan Ada Emas

Di Ujung Rotan Ada Emas

2
Di Ujung Rotan Ada Emas

Edison Kabak, S.Kep., Ners, M.Kep.
Politeknik Kesehatan Kemenkes Jayapura Program Pendidikan D-III Keperawatan Wamena

Suyanto.id–Sejak sekolah dasar (SD), saya punya cita-cita mejadi perawat. Oleh karena itu, setelah lulus SMPN 3 Sentani Yoka Pantai, saya ke Wamena testing di sekolah perawat kesehatan (SPK) Depkes Wamena dan diterima.

Hari pertama, guru SPK masuk mengajar mengenalkan materi keperawatan dan saya dapat pukul. Besoknya, Pak Guru masuk di ruang kelas satu. Semua siswa berdiri dan sapa guru dengan “Selamat pagi, Pak Guru”. Pak Guru balas dengan santai, “Selamat pagi anak-anak….” Setelah itu, kami duduk kembali.

Sebelum mengajar materi keperawatan, Pak Guru berdiri, lalu tanya pengertian keperawatan. Kami semua diam.




Ketika itu, saya duduk di kursi tengah. Pak Guru tunjuk ke arah saya. Saya melihat ke belakang, melihat teman-teman. Akan tetapi, Pak Guru justru meminta saya yang menjawab. Lalu, saya angkat tangan dan bilang kepada Pak Guru bahwa saya belum tahu pengertian keperawatan.

Mendengar jawaban itu, Pak Guru suruh saya maju. Saya diminta menghadap ke arah teman-teman. Pak Guru diam-diam melepaskan jam tangan dan meletakkannya di meja, lalu pukul saya pakai kedua tangannya. Saya kaget, tetapi tetap diam berdiri. Setelah selesai pukul saya, baru Pak Guru bicara, dia tidak suka anak-anak berani jawab seperti saya. Anak-anak yang melakukan hal seperti itu, akan kasih keluar dari sekolah.

Saya menundukkan muka ke lantai dan bicara dalam hati kepada Tuhan Yesus. Saya sudah jujur, bicara kekurangan, tetapi saya dapat pukul di depan teman-teman. Hal itu terjadi bukan karena saya nakal, bukan karena saya melawan, bukan karena saya mencuri, bukan karena saya malas sekolah, bukan karena tidak disiplin, dan bukan karena saya bolos dari sekolah, melainkan hanya karena jujur. Akan tetapi, saya dapat pukul, tdak apa-apa, ya, Tuhan.

Pada saat saya dapat pukul itu, teman sekelas ketakutan. Mereka semua diam, tidak berani berbicara, takut dapat pukul seperti saya.

Sekalipun dipukul, saya pribadi tidak benci kepada Pak Guru. Cita-cita saya dari SD memang mau menjadi perawat sehingga di dalam diri dan jiwa bertumbuh kuat keinginan menjadi perawat. Saya anggap pukulan itu supaya saya belajar serius, disiplin, serta tidak melawan aturan-aturan yang ditetapkan di pendidikan SPK Depkes Wamena sehingga cita-cita saya menjadi perawat bisa tercapai.

***

Bulan Juli saya sudah naik kekelas 3 SPK Depkes Wamena. Desembernya, saya berlibur ke Jayapura bersama bapak angkat. Saya diajak jalan-jalan ke Kota Jayapura. Pukul 08.00 WIT pagi, kami berangkat dari Perumahan Dosen Bumi Asri Husada ke Kampus Politeknik Kesehatan Kemenkes untuk presensi. Setelah itu, baru ke Jayapura.

Bapak angkat suruh saya tunggu di lantai bawah, sementara dirinya naik ke lantai atas. Pak Guru yang pukul saya juga ada di ruangan itu. Lalu, bapak angkat turun panggil saya. Dengan senang hati, saya naik ke lantai atas dan bersalaman dengan Pak Guru. Ketika saya kelas dua, Pak Guru tersebut ke Jayapura karena mendapat tugas belajar di Uncen. Hari itu, kebetulan Pak Guru ada keperluan di Kampus Politeknik Kesehatan Kemenkes.

Di ruang dosen keperawatan itu, Pak Guru peluk saya dan meminta maaf. Pak Guru juga bertanya, saya sudah kelas berapa. Pak Guru menyampaikan, bahwa dia memukul saya karena ingin saya jadi orang baik. Pak Guru juga berpesan agar selesai sekolah saya dapat mengabdi untuk masyarakat setempat.

Setelah itu, saya dan bapak angkat keluar ruangan dosen keperawatan. Di tangga, bapak angkat tanya penyebab Pak Guru pukul saya. Saya sampaikan, karena tidak bisa menjawab pertanyaan tentang pengertian keperawatan. Bapak angkat juga bertanya, kenapa saya tidak melaporkan peristiwa tersebut agar dirinya menegur Pak Guru. Saya jawab, “tidak apa-apa, Bapak”.

Baca juga:   Tafsir Kebijakan Guru

Selesai SPK Depkes, saya diangkat menjadi PNS. Dua tahun kemudian, saya melanjutkan studi D3 Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Jayapura. Ketika semester lima, saya kembali bertemu Pak Guru. Pak Guru tawarkan saya setelah selesai kuliah balik ke Wamena dan ikut gabung mengajar di SPK Depkes Wamena, lalu saya bilang sama Pak Guru, iya bapak saya siap.

Selesai pendidikan, sebagai PNS saya harus kembali ke Wamena. Suatu ketika, saat melintas di jalan Trikora, tiba-tiba mobil SPK Depkes Wamena berhenti. Kaca mobilnya diturunkan pelan-pelan, ternyata Pak Guru.

<p”>”Selamat sore, anak sudah selesai pendidikankah dan sudah pulang?”

“Iya, Bapak, saya sudah selesai pendidikan,” jawab saya.

“Anak, kamu bantu Bapak di SPK, ya. Bapak terima kamu sebagai staf SPK Depkes Wamena. Kamu besok pagi jam 08.00 WIT ketemu Bapak di kantor, ya?”

“Iya Bapak, saya siap.”

Besok paginya saya ke kantor, ketemu Pak Guru dan saya diterima dengan kasih sayang, ramah, dan suka cita. Pada saat itu ada guru lain yang sambut saya, yaitu Ibu Sarlota Auparai dan Bapak Sem Beay–sekarang Sem Beay menjadi Sekretaris Dinas Kesehatan Kab. Jayawijaya. Mereka turut menyemangati dan memotivasi saya.

Saya mulai aktif kerja di SPK Depkes Wamena tahun 2006 dan itu merupakan tahun terakhir sebelum SPK ditutup. Selama 6 bulan saja saya kerja. Kemudian, saya dipanggil ke Dinas Kesehatan Kabupaten Yahukimo untuk bekerja sebagai sfaf di sana.

Keinginan menjadi perawat tumbuh secara alamiah tanpa ada paksaan oleh siapa pun. Saya tidak puas dengan ijazah D3 keperawatan saja. Pukulan seorang guru itu mendorong saya untuk melanjutkan pendidikan lebih tinggi. Akhirnya, saya diberikan kesempatan oleh pimpinan untuk melanjutkan pendidikan S1 keperawatan + ners Universitas Cenderawasih Jayapura. Setelah selesai, saya kembali menjadi staf dinas kesehatan.

Tahun 2014, saya mendapat tawaran untuk pindah ke Politeknik Kesehatan Kemenkes Jayapura. Tawaran itu saya terima. Saya pun mengajukan surat permohoonan pindah dari Dinas kesehatan Kabupaten Yahukimo ke Politeknik Kesehatan Kemenkes Jayapura. SK persetujuan dari Kementerian Kesehatan keluar tahun 2015 dan saya ditempatkan di Program Pendidikan Keperawatan Wamena sebagai staf tetap di Prodi D3 Keperawatan Wamena. Pada tahun yang sama, Pak Guru yang pukul saya itu pindah dari Program Pendidikan Keperawatan Wamena ke Politeknik Kesehatan Kemenkes Jayapura. .

Pukulan seorang guru saya di SPK Depkes Wamena itu menjadi motivasi, dorongan, dan menjadi semangat untuk saya melanjutkan pendidikan keperawatan yang lebih tinggi lagi. Tahun 2016, saya diberikan kesempatan oleh Kaprodi D3 Keperawatan Wamena, Yoel Halitopo,M.Kes., untuk melanjutkan pendidikan S2 keperawatan, peminatan Nursing Education, di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Setelah selesai, saya kembali mengabdi di Program Pendidikan D-III Keperawatan Wamena.

Di balik pukulan itu ada emas tersembunyi. Jika ketika itu saya menanggapinya dengan rasa benci, tidak suka, marah, serta malas tahu dengan Pak Guru yang pukul saya, saya tidak mungkin seperti sekarang ini. Secara emosional, saya termotivasi dengan pukulan Pak Guru itu untuk membuktikan “apa itu keperawatan”. Terima kasih guruku, bapakku, orang tuaku dan pahlawanku, SALEH SERAN, S.Pd. Engkau membuat saya bisa melihat dunia.

Firman Tuhan, “Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhimat.” (Korintus pasal 8: 27b). (*)

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here