Home Pendidikan Doktor Angkatan Corona dari Negeri Belanda

Doktor Angkatan Corona dari Negeri Belanda

0
Doktor Angkatan Corona dari Negeri Belanda

dr. Kartika Ratna Pertiwi, M.Biomed.Sc., Ph.D.
Dosen Jurdik Biologi FMIPA UNY, Doktor “Angkatan Corona” University of Amsterdam, Belanda

Suyanto.id–Sidang terbuka S3 adalah selebrasi pencapaian studi doktor yang telah dilakukan selama kurang lebih empat tahun. Sidang terbuka saya terasa istimewa karena berlangsung saat pandemi Corona, sehingga terpaksa dilakukan secara daring. Melalui tulisan ini, saya ingin berbagi pengalaman studi S3 di Fakultas Kedokteran, University of Amsterdam (UvA), beserta perjalanan menuju sidang terbuka saat pandemi Corona.

Studi Ph.D. di Belanda bukan seperti umumnya “mahasiswa” S3 karena kandidat secara status dianggap sebagai seorang pekerja (peneliti) seperti halnya residen program dokter spesialis. Ada dua macam kategori Ph.D. researcher, yaitu internal dan eksternal. Ph.D. internal merupakan Ph.D. yang bekerja di bawah profesor (juga sebagai principal investigator) berdasar grant (hibah) penelitian yang diperolehnya, sedangkan Ph.D. eksternal merupakan Ph.D. yang datang membawa dana sendiri (seperti beasiswa dan dana penelitian) untuk dibimbing oleh profesor yang akan menjadi promotornya. Ph.D. internal biasanya mengerjakan proyek penelitian dari profesor sedangkan Ph.D. eksternal, selain bisa mengerjakan proyek penelitian profesor, bisa pula mengerjakan proyek sendiri yang telah disetujui profesor (promotor).

Selain itu, ada pula tipe mix Ph.D. dengan program kerjasama (MoU). Pada model ini, biasanya penelitian dibiayai oleh profesor (kampus), namun hidup kandidat dibiayai oleh sponsor (lembaga pemberi beasiswa).



Di Belanda, tagihan disertasi S3 bisa berupa monograf (seperti disertasi pada umumnya), bisa pula berbasis publikasi (disertasi merupakan kumpulan paper publikasi). Disertasi bidang sains wajib berdasar publikasi, sedangkan bidang sosial boleh memilih monograf atau publikasi. UvA, tempat saya menempuh pendidikan, mensyaratkan kandidat Ph.D. yang akan menempuh sidang terbuka dengan disertasi publikasi minimal tiga paper yang terpublikasikan sebagai penulis pertama pada jurnal internasional bereputasi baik.

Bagi Ph.D. eksternal, membicarakan tagihan publikasi dengan promotor sangat penting dilakukan sejak awal karena durasi beasiswa yang terbatas (3-4 tahun) dan dituntut harus mendapatkan gelar Ph.D. sesuai kontrak dengan sponsor. Sebaliknya, bagi Ph.D. internal, mereka bekerja menghasilkan publikasi bagi profesor, sehingga gelar Ph.D. bukan merupakan tagihan dari profesor. Pencapaian gelar Ph.D. lebih kepada kebutuhan portofolio mereka untuk bisa mencari pekerjaan dan atau meniti karier selanjutnya yang lebih tinggi.

Pada akhir tahun keempat studi, saya berhasil menyelesaikan semua penelitian, namun baru bisa mempublikasikan dua paper sebagai penulis pertama. Sehubungan dengan berakhirnya beasiswa, saya memilih opsi untuk melanjutkan menulis paper dan disertasi dari Indonesia. Pilihan yang akhirnya saya rasa cukup berat karena menulis di negeri sendiri lebih banyak distraksinya. Di penghujung tahun 2019, paper ketiga saya sebagai penulis pertama berhasil diterima untuk publikasi, sehingga persyaratan minimal untuk maju sidang terbuka terpenuhi.

Dengan persetujuan promotor, proses menuju sidang terbuka dimulai. Saya harus bisa menyelesaikan buku disertasi yang berbentuk seperti textbooks berisikan kumpulan paper publikasi ditambah bab pendahuluan dan bab penutup yang berisi pembahasan dan simpulan. Ketentuan lainnya adalah tambahan ringkasan dalam Bahasa Belanda dan portofolio selama menempuh studi.

Promotor dan copromotor kemudian memilih komite penguji yang beranggotakan 5-7 profesor, baik dari internal maupun eksternal kampus dengan syarat tambahan seperti tidak menjadi co-author dari paper yang telah dipublikasikan. Promotor kemudian mengajukan persetujuan dekan setelah mendapatkan persetujuan dari anggota komite terpilih.

Baca juga:   JB Class Solusi Alternatif Pembelajaran di Era Covid-19

Disertasi harus diunggah ke sistem paling lambat empat bulan sebelum tanggal ujian dan sesudahnya tidak boleh diubah lagi. Tahapan skrining plagiasi kemudian dilakukan sebelum naskah diteruskan ke komite.

Persetujuan bahwa kandidat Ph.D. sudah layak maju sidang terbuka oleh komite didapatkan sekitar satu bulan sebelum tanggal ujian. Selama proses tersebut, semua hal dikerjakan secara online, rapat rutin dengan promotor dan kopromotor melalui Skype dan korespondensi, baik dengan fakultas maupun dengan kantor wisuda (Beadle Office), dengan e-mail.

Saat itu, corona sudah mulai merebak, namun tidak terbersit cita-cita membawa keluarga ke Belanda untuk menyaksikan sidang terbuka S3 secara langsung di Gedung Agnietenchapel yang indah tidak terkabul. Pada bulan April 2020, ketika angka pertambahan kasus baru dan angka kematian karena Covid-19 di Belanda mulai beranjak drastis, rektor UvA mengumumkan Sidang Terbuka S3 akan diselenggarakan secara online, termasuk bagi saya yang mendapat jadwal dari Beadle Office tanggal 23 Juni 2020. Oleh karena itu, semua persiapan diarahkan menuju sidang terbuka daring.

Buku disertasi yang sedianya dicetak di Yogyakarta, akhirnya dicetak di Belanda melalui komunikasi dengan publisher secara online. Buku yang dicetak pun tidak semua dapat dibagikan langsung sehingga hanya pihak penting seperti kampus dan komite penguji yang diprioritaskan, lainnya terpaksa dalam bentuk PDF.

Sebelum ujian, promotor memfasilitasi rehearsal dan memberi masukan bahwa koneksi internet di rumah saya tidak stabil. Oleh karena itu, kampus UNY dengan akses internet yang stabil, ketersediaan genset dan UPS, merupakan pilihan terbaik sebagai tempat sidang online. Seminggu sebelum ujian, pihak IT kampus menghubungi dan mengecek koneksi internet serta menjelaskan secara detail prosesi sidang terbuka. Karena perbedaan waktu, sidang terbuka saya yang dijadwalkan pukul 14.00 waktu Amsterdam, saya ikuti pukul 19.00 waktu Yogyakarta.

Akhirnya, tiba hari di mana saya diuji oleh komite yang berjumlah enam orang, dilakukan melalui aplikasi Zoom dan disiarkan langsung melalui YouTube. Dalam sidang terbuka yang berlangsung selama 1,5 jam tersebut, selain komite, hadir pula perwakilan rektor sebagai pimpinan sidang, promotor, copromotor, dan dua paranim (pendamping Ph.D. kandidat).

Alhamdulillah, saya berhasil mempertahankan disertasi yang berjudul “Novel Aspects of Innate Immunity in Human Atherosclerosis and Thrombosis” dan dianugerahi gelar doktor (Ph.D.) dalam bidang Ilmu Kedokteran. Kabar lain yang membahagiakan adalah dukungan semua rekan, sahabat, keluarga, dan saudara untuk saya sangat melimpah, terbukti dengan pemecahan rekor views YouTube UvA, ditonton hingga 833 kali. Masyaallah.

Sebagai penutup, saya memahami sedihnya perasaan anak-anak yang menyelesaikan kelas 6, 9, dan 12, serta mahasiswa S1, S2, dan S3 dengan wisuda virtual. Hari wisuda yang sudah diidamkan jauh-jauh hari dengan persiapan kostum toga wisuda, foto bersama keluarga, perpisahan dengan teman-teman, serta perayaan makan-makan bersama tidak jadi terlaksana karena Corona.

Unggahan beberapa selebgram berupa foto wisuda masa lalu malah semakin menambah luka hati. Sedih dan kecewa boleh tapi sebentar saja, sejatinya kita jangan lupa bersyukur karena sudah berhasil menyelesaikan satu tahapan studi dalam kehidupan dengan baik seraya masih diberi nikmat kesehatan ditengah pandemik Corona. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here