
Oleh Junaidin
Kandidat Doktor Universitas Negeri Yogyakarta dan Widyaiswara LPMP Kalimantan Tengah
Suyanto.id–Percakapan terkait peran guru dalam pembelajaran selalu menarik untuk dikaji karena profesi ini akan selalu diperhatikan sepanjang kehidupan. Meskipun guru telah dibekali dengan berbagai kompetensi pengelolaan pembelajaran seperti merencanakan, melaksanakan, menilai, serta merancang tindak lanjutnya, proporsi keempat aktivitas ini masih menyisahkan celah untuk didiskusikan.
Dewi (2018) mencatat bahwa guru masih kurang cermat dalam merumuskan tujuan pembelajaran, kurang paham menentukan jenis materi pembelajaran, kurang menguraikan sintak model pembelajaran, dan kurang bervariasinya bentuk penilaian. Bahkan, empat puluh lima mahasiswa calon guru matematika melakukan kesalahan dalam memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melaksanakan rencana, dan mengalami kesalahan dalam tahap memeriksa kembali proses dan hasil (Apriani, 2018).
Hal ini ironis karena penjaminan mutu guru telah dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti supervisi klinis untuk merancang program tindak lanjut (Sari et al., 2017), menerapkan pembelajaran berbasis IT/E-Learning, program ICT Day, English Day, dan Dinten Boso Jawi, serta kelas rujukan, budaya GLS, dan sekolah lapang atau sistem belajar mengajar di luar bangku sekolah (Puspitasari, 2018), evaluasi diri sekolah, perencanaan perbaikan mutu, pelaksanaan perbaikan mutu, monitoring evaluasi dan hasil peningkatan mutu, dan perencanaan mutu kembali untuk tahun mendatang (Mauly & Gustini, 2019), hingga zaman RSBI, sekolah telah mengembangkan SOP (Uchtiawati & Zawawi, 2014). Informasi sederhana ini menggambarkan bahwa peran guru pada khususnya dan sekolah pada umumnya, selalu penting diperhatikan, pertimbangan, serta dikembangkan secara terus-menerus.
Membayangkan model keunggulan guru yang baru untuk mengembangkan bakat siswa akan terlihat dalam praktiknya. Aktivitas pembelajaran yang difasilitasi oleh model guru yang unggul ditandai oleh kemampuannya menghargai pencapaian, pertumbuhan, dan memiliki daya tanggap terhadap umpan balik di berbagai domain. Pengembangan bakat peserta didik dapat mengadopsi berbagai praktik baik di bidang lain, misalnya kesehatan.
Pengamatan yang dilakukan oleh Dhaliwal & Hauer (2021) terhadap kebijakan yang menghilangkan skor numerik untuk Pemeriksaan Lisensi Medis Amerika Serikat Langkah 1 demi hasil lulus/gagal, diasumsikan menghilangkan nilai kepaniteraan dan tidak berupaya menghormati keanggotaan masyarakat. Beberapa fakultas bertanya-tanya, “Bagaimana kita akan mengenali dan menghargai keunggulan?”, seperti klasifikasi nilai tinggi, nilai ujian tertinggi, keanggotaan masyarakat kehormatan, dan catatan publikasi.
Para pembuat kebijakan menilai bahwa model keunggulan pembelajar tersebut tidak selaras dengan bagaimana siswa belajar atau apa yang dihargai masyarakat. Mereka mengabaikan pandangan keunggulan yang didorong oleh artibut penghargaan tersebut karena penilaian yang dipengaruhi oleh kesamaan antara evaluator dan siswa serta penilaian pada sejumlah domain termasuk keterampilan tradisional.
Praktik baik dalam cara guru Induksi melalui pemberdayaan: pertumbuhan, kolaborasi, jaringan, peningkatan, dan sumber daya (Wilcoxen et al., 2020), dapat diadopsi. Career Advancement and Development of Recruits and Experienced (CADRE) Teachers Project berhasil diberdayakan dan mendapatkan kesejahteraan melalui pendampingan dan pembinaan. Memaksimalkan peran sebagai pelatih daripada evaluator akan memiliki mindset berkembang menuju penilaian kompetensi dan mempelajari kompetensi baru.
DAFTAR RUJUKAN
Apriani, F. (2018). Kesalahan Mahasiswa Calon Guru Sd Dalam Menyelesaikan Soal Pemecahan Masalah Matematika. JOURNAL of MATHEMATICS SCIENCE and EDUCATION, 1(1), 102–117. https://doi.org/10.31540/jmse.v1i1.167
Dewi, R. P. (2018). Kesalahan penyusunan perangkat pembelajaran bahasa Indonesia SMA kelas X mahasiswa program profesi guru SM3T tahun 2018. Pertemuan Ilmiah Bahasa dan Sastra Indonesia, 649, 649–660. https://proceeding.unikal.ac.id/index.php/pibsi40/article/view/129
Dhaliwal, G., & Hauer, K. E. (2021). Excellence in medical training: developing talent—not sorting it. Perspectives on Medical Education. https://doi.org/10.1007/s40037-021-00678-5
Mauly, Y., & Gustini, N. (2019). Implementasi SPMI dalam meningkatkan mutu pendidikan dasar. Jurnal Islamic Educational Management, 4(2), 229–244.
Puspitasari, H. (2018). Standar proses pembelajaran sebagai sistem penjaminan mutu internal di sekolah. Muslim Heritage, 2(2), 339. https://doi.org/10.21154/muslimheritage.v2i2.1115
Sari, S. I., Ngaba, A. L., Lalupanda, E. M., & Prastyo Aji, A. G. (2017). Pengendalian dan penjaminan mutu pengajaran melalui supervisi klinis. Satya Widya, 33(1), 1. https://doi.org/10.24246/j.sw.2017.v33.i1.p1-10
Uchtiawati, S., & Zawawi, I. (2014). Penerapan penjaminan mutu pendidikan pada sekolah menengah atas berstandar internasional. Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan, 2(1), 52–56.
Wilcoxen, C., Bell, J., & Steiner, A. (2020). Empowerment through induction: supporting the well-being of beginning teachers. International Journal of Mentoring and Coaching in Education, 9(1), 52–70. https://doi.org/10.1108/IJMCE-02-2019-0022