Home Gagasan Ilmiah Populer Jeritan Wilayah Terpencil dalam Pembelajaran Daring

Jeritan Wilayah Terpencil dalam Pembelajaran Daring

0
Jeritan Wilayah Terpencil dalam Pembelajaran Daring
Foto: Wikimedia Commons/MoD

Vera Yuli Erviana, M.Pd.
Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Ahmad Dahlan dan Kandidat Doktor Pendidikan Dasar Universitas Negeri Yogyakarta

Suyanto.id–Ada jeritan sekolah di daerah terpencil akibat pandemi Covid-19. Sekolah-sekolah tersebut terpaksa ditutup dan diharuskan beralih ke pembelajaran jarak jauh, di antaranya dengan model daring atau virtual. Kebijakan ini memiliki tujuan untuk mencegah penyebaran Covid-19, yaitu dengan memutus rantai penyebarannya.

Sebelum terjadi wabah Covid-19, dunia virtual hanya sebagai pelengkap dalam kehidupan sehari-hari, selebihnya interaksi langsung. Di dunia pendidikan, jika sebelumnya banyak yang tidak yakin dengan online learning, sekarang mau tidak mau berusaha untuk menyesuaikan diri.




Dengan diberlakukannya pembelajaran jarak jauh (WFH bagi guru dan atau BDR bagi siswa), guru dituntut untuk melakukan pembelajaran secara online. Perubahan yang tiba-tiba ini membuat banyak guru tidak siap. Padahal, pembelajaran jarak jauh ini menuntut guru lebih kreatif, di antaranya dalam memilih media.

Ada banyak media yang dapat digunakan untuk belajar jarak jauh, di antaranya Google Classroom, Edmodo, Ruang Guru, Zoom, Google Meet, dan lain-lain. Permasalahannya, guru memerlukan waktu untuk mempelajari media-media tersebut karena di antara guru bahkan ada yang sama sekali belum pernah menggunakannya. Selain guru, latar belakang pendidikan, pekerjaan, dan ekonomi tua pun beragam dan tidak selalu bisa mendukung anaknya dalam belajar.

Atas dasar tersebut, guru harus bisa memilih media yang familier digunakan orang tua. Salah satu media yang populer tersebut adalah WhatsApp. Hal ini ternyata bukan tanpa kendala, sebagian daerah akses internetnya tidak baik, mahal, bahkan ada yang tidak memiliki akses sama sekali.

Pada daerah terpencil, perbatasan, pedesaan, atau pelosok, internet merupakan hal yang tidak mudah didapat. Di Provinsi Bengkulu misalnya, masih banyak yang sulit mendapatkan sinyal handphone sehingga akses internet pun sulit. Ketika akses ada, permasalahan lain timbul, kecepatannya sangat terbatas. Kecepatan internet Indonesia rata-rata hanya mencapai 15,5 Mbps, baik kabel maupun mobile, ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kecepatan internet terendah di dunia, di mana rata-rata kecepatan internet negara-negara di dunia adalah 54,3 Mbps.

Dengan kondisi tersebut, pemerintah tetap meminta sekolah-sekolah mengadakan pembelajaran. Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Mendikbud RI No. 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain, guru dituntut kreatif. Hal yang terjadi kemudian, ada guru yang rela berkeliling dari rumah ke rumah. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here