Gus Nas Jogja
Selembar tahun kembar gugur ke bumi dari pohon rindu
Bulan keduabelas sesaat lagi patah bersama luka dan benalu pada reranting dukacita
Setahun sudah kutabahkan segala keluh-kesah
Ketika pandemi mengharu-biru dalam rongga dadaku
Dengan cawan cinta ini kutampung genangan gerimis air mata bangsa
Luka lebam membiru dari waktu ke waktu merajam bait-bait nyeri pada puisiku
Kusebut tahun ini dengan nama kabut kalabendu
Banjir bandang kematian dan jerit sakit menusuk-nusuk kalbu
Sembari menunggu kapan berakhir lagu gugur bunga
Kudendangkan mantra tolak-balak ini dengan doa tujuh stanza
Bermula dari Januari bertabur nyeri
Kulewati Februari dan Maret dengan zikir yang sunyi
April yang ganjil membuatku menutup seluruh pintu
Mei menari dan terus menari dalam lubang kuburku
Juni datang membawa kembang
Menaburkan badai tangis pada puncak sembahyangku
Bulan Juli menjejali mihrab pertapaanku dengan sujud membeku
Lalu kupeluk erat Agustus dalam dekapan doa
Agar kemerdekaan dan kemesraan tak hanya sebatas mimpi
September datang lalu pergi tanpa keceriaan di altar suci
Kuziarahi Oktober dengan jejak ketabahan menghunjam di ulu hati
Pandemi tak kunjung pergi
Sakit dan kematian menuliskan takdirnya sendiri
Kutakbirkan November dalam kalender munajatku
Tibalah Desember dengan debaran jantung dan cucuran gerimis rindu
Seakan ingin bertanya pada air mata dan senjakala
Masih adakah waktu bagi bangsa ini untuk kembali menenun masa depan dengan kelembutan sutera dan warna-warni bianglala?
Di ujung Desember ini telah kukembalikan dukalara bangsa ini pada akarnya
Agar kelam terkubur dan merah-putih kembali bangkit dengan kibarannya
31 Desember 2020