Supriadi, S.Pd.
SMP Negeri 12 Kota Bima
Suyanto.id–Covid-19 telah sepuluh bulan dan entah kapan akan berakhir. Pandemi ini begitu menakutkan dan mematikan, baik secara langsung maupun tidak. Kejenuhan sepertinya akan menjadi racun yang bisa membunuh secara perlahan. Demikian juga di dunia pendidikan, pandemi ini telah menjadi racun berbisa yang semakin hari semakin mengganas menggrogoti imunitas kualitas pendidikan.
Pandemi telah menciptakan jarak yang jauh antara guru dan siswa sehingga pembelajaran berjalan sangat tidak maksimal. Untuk memutus penularan virus Covid 19, pemerintah mengambil kebijakan untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh dengan penyederhanaan kurikulum dan penilaian pembelajaran.
Dibulan awal pelaksanaannya, PJJ ini menjadi hal baru yang terasa menyenangkan bagi siswa karena setiap saat bisa menggenggam gawai–belajar, TikTok dan bermain Free Fire–dan guru merasa senang karena tidak harus secara langsung menghadapi “kenakalan-kenakalan” siswa. Bulan kedua, sepertinya siswa dan guru mulai menemui beberapa kendala terutama dengan kemampuan siswa dalam memahami materi pembelajaran. Guru pun semakin kesulitan memanfaatkan teknologi untuk menyampaikan materi pembelajaran secara rinci dan tuntas. Bulan ketiga, “imunitas” pembelajaran semakin menurun. Bosan, jenuh, lelah, amarah telah memuncak yang juga berpengaruh pada imunitas tubuh. Masuk ke bulan keempat dan seterusnya, imunitas semakin menurun namun rindu seperti candu yang sangat memabukkan.
Rindu guru seperti kerinduan pemuda pada seorang gadis yang tidak bisa dijumpai karena jarak yang terpisahkan. Siswa pun merindu gurunya. Dalam ruang kerinduan, PJJ menjadi akronim yang kaku dan LDL (Long Distance Learning) sepertinya akronim yang pas dan cocok. LDL terdengar lebih keren dan mampu membawa suasana hati pada sensasi kerinduan dan percintaan LDR (Long Distance Releationship) pada pasangan kekasih yang terpisahkan oleh jarak, rindu yang sangat kuat dan bayangan indahnya pertemuan pada saat berjumpa.
LDL to LDR dalam pembelajaran di era pandemi adalah proses pembelajaran jarak jauh yang mengadopsi teori menjaga kualitas hubungan jarak jauh antara dua pasangan yang saling mencintai. Dengan ini proses pembelajaran LDL tidak hanya sebagai proses transfer ilmu dan pengetahuan namun juga sebagai usaha untuk mengeratkan hubungan antara guru dan siswa. LDR dalam pembelajaran menempatkan pembelajaran jarak jauh sebagai sebuah kebutuhan pada hubungan yang intim dari akibat pandemi yang telah menciptakan jarak antara guru dan siswa. Pembelajaran yang berlangsung juga merupakan proses menjaga “hubungan” untuk suatu komitmen tercapainya ketuntasan belajar.
Banyak hal yang bisa menjadi kendala ketika menjalani hubungan jarak jauh demikin juga dalam LDR dalam pembelajaran di masa pandemi. Kendala tersebut sering kali menjadi awal kegagalan dalam pencapaian komitmen yang telah disepakati. Ketidakpedulian pada masalah yang kecil akan mempengaruhi kualitas LDR dalam pembelajaran saat ini. Untuk itu dibutuhkan kreativitas seorang guru unrtuk tetap menjaga kualitas LDR dalam kegiatan belajar mengajar sehingga proses pembelajaran dapat terus berjalan pada jalur lintasan kurikulum masa pandemi.
Beberapa upaya bisa dilakukan untuk tetap menjaga kualitas LDR dalam kegiatan belajar mengajar era pandemi. Pertama, membangun komitmen bersama. Dalam proses pembelajaran jarak jauh, komitmen antara guru, siswa, dan orang tua adalah kunci dasar dalam membangun hubungan yang harmonis. Komitmen adalah jalur dan tujuan akhir proses pembelajaran yakni pencapaian kompetensi pembelajaran.
Kedua, menjaga kualitas komunikasi. Kualitas hubungan jarak jauh sangat dipengaruhi oleh kualitas komunikasi antarpasangan. Dalam pembelajaran jarak jauh, komunikasi yang baik adalah hal yang utama penentu kesuksesan penyampaian materi pembelajaran, diskusi, serta pengerjaan dan penyelesaian tugas pembelajaran.
Menjaga kualitas komunikasi dalam pembelajaran berbicara tentang intensitas komunikasi, tata bahasa yang baik, timbal balik dan perhatian. Proses pembelajaran yang dilakukan secara online terkadang bersifat insidental sehingga intensitas komunikasi dalam pembelajaran harus tetap dikontrol untuk menghindari kebosanan siswa. Penggunaan bahasa yang baik juga akan memudahkan siswa dalam memahami materi pembelajaran yang diberikan. Singkat namun padat dan jelas, serta sesekali dibubuhi kata-kata yang menyejukkan hati dan membakar semangat akan mejaga kehangatan komunikasi dalam proses pembelajaran. Selain itu timbal balik dari hasil kerja siswa juga sangat dibutuhkan sebagai bentuk perhatian seorang guru pada siswanya. Keluhan siswa terhadap guru bagaikan curhatan pasangan yang harus selalu didengarkan dan diberikan solusi yang terbaik.
Ketiga, menjaga kualitas materi pembelajaran. Pembelajaran di sekolah yang berkualitas adalah pembelajaran yang dilakukan dengan media dan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan tingkat kemampuan siswa dengan pengolahan materi yang sesuai dengan kurikulum pembelajaran yang berlaku. Penggunaan media dan metode dipengaruhi oleh materi pembelajaran yang diberikan. Dalam masa pandemi Covid-19, pemerintah telah menyusun kurikulum pembelajaran yang telah disederhanakan baik dalam segi materi maupun penilaian pencapaian kompetensinya. Sekolah bahkan diberikan kewenangan untuk menyusun kurikulum tingkat satuan pendidikannya dengan memperhatikan kondisi siswa dan lingkungannya.
Menjaga kualitas materi pembelajaran dalam masa pandemi akan mengurangi beban siswa karena di sana seorang guru dituntut untuk menyusun materi pembelajaran yang sederhana, yang mudah dimengerti namun tetap menjaga kualitas pencapaian kompetensi. Menjaga kualitas materi pembelajaran seperti menjaga kualitas individu; kepribadian, kegagahan atau kecantikan, dan komitmen hubungan pada pasangan LDR.
Keempat, Timbal balik. Tugas guru yang paling berat adalah memberikan umpan balik pada setiap komunikasi, tanggapan, dan hasil kerja siswa. Sama halnya pada pasangan LDR, terlambat mengangkat telepon atau terlambat menjawab pesan singkat terkadang bisa merusak keharmonisan sebuah hubungan. Hal ini yang harus juga dijaga karena umpan balik merupakan bentuk perhatian yang secara tidak langsung menguatkan hubungan antara guru dan siswa. Penghargaan dan apresiasi adalah rayuan dan gombalan pada pasangan kekasih yang merindu.
Pandemi ini entah kapan akan berakhir, namun proses pembelajaran harus terus berjalan. LDL dengan metode daring tak bisa dihindari namun pembelajaran tatap muka secara langsung juga harus segera dilaksanakan. Seorang pasangan LDR tentunya dapat setiap saat berbagi kabar melalui sosial media, mengobrol lewat telepon, bahkan menatap wajahnya lewat video call, tapi keintimannya tentu berbeda.
Bagaimanapun juga hubungan cinta tetap membutuhkan aktivitas fisik seperti sentuhan (belaian, berpegangan tangan) dan aktivitas verbal lainnya seperti mengobrol secara langsung dengan menatap bola mata pasangannya. Siswa rindu kasih sayang dan support dari gurunya lewat belaian ataupun tepukan di punggung atau bahkan hanya sekadar tatapan dan senyuman sang guru.
Akhir dari puncak kerinduan ini adalah pembelajaran tatap muka yang penuh dengan gairah dan semangat, harapan dan cita-cita, serta pelaksanaaan komitmen secara langsung hingga siswa menuntaskan pencapaian kompetensi yang harus dikuasainya. LDL to LDR dalam pembelajaran di era pandemi adalah sebuah upaya dalam membangun hubungan “cinta” guru dan siswa dalam pembelajaran daring. (*)
Hubungan cinta antara murid & guru sementara tertunda krn sikon yg memisahkan, namun walau terpisah sec harfiah kita sbg guru masih bisa menyampaikan rasa cinta melalui motivasi & pembelajaran secara lisan dgn bhs kasih yg bs diterima murid
Alhamdulillah sekarang sudah bisa berjumpa kembali, semoga pandemi ini segera berakhir.