Home Seminar Seminar Nasional Motivasi Menulis dari Webinar Guru Menulis

Motivasi Menulis dari Webinar Guru Menulis

0
Motivasi Menulis dari Webinar Guru Menulis

Emil Mukhtar Efendi
Guru SMA Muhammadiyah 1 Taman, Sidoarjo

Suyanto.id–Kebiasaan membaca memang harus terus dipelihara dengan bagus. Ketika kita mampu merawat kebiasaan membaca, nanti akan banyak ide-ide yang bisa diambil sebagai bahan sebuah tulisan.

Hal itu disampaikan oleh Tuswadi, Ph.D. in Ed., Direktur Politeknik Banjarnegara, saat memberikan paparan materi Webinar Guru Menulis I, “Penulisan Karya Ilmiah dan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus, Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus Kemdikbud RI, Selasa (15/9/2020) siang.

Menurutnya, dari situlah muncul sebuah ide yang kemudian kita kembangkan menjadi sebuah tulisan. Untuk mengawali kebiasaan menulis secara terus-menerus, sejelek apapun karya yang kita tulis, kita beranikan untuk memberikan ke rekan yang mungkin lebih pintar dari kita.




Mungkin tulisan yang kurang nyaman dibaca akan dibenahi oleh rekan kita. Jadi, pria yang tinggal di lereng pegunungan Dieng Banjarnegara itu menggambarkan, keberanian kita untuk belajar itulah yang mengharuskan kita untuk tidak boleh malu belajar, juga tidak boleh sombong kalau kita lebih bodoh dari yang lain. Dari keinginan dan motivasi tersebut, justru membuat kita bersemangat untuk berkolaborasi. Tuswadi yakin, saat memulai tulisan nol, itu akan bisa menjadi 90 atau 100.

“Jadi, kata kuncinya tadi. Kita harus memiliki budaya baca yang bagus sehingga banyak ide ada di otak kita. Kemudian kita tinggal menelurkan gagasan itu ke dalam tulisan, nanti akan ada yang bertanggung jawab, ada penolong dari sahabat kita, rekan kita, atau siapa pun agar tulisan itu lebih bagus untuk tembus ke jurnal atau ke media masa,” kata Doktor lulusan Hiroshima University, juga anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) itu.

Sementara,  teknokrat Indonesia, Prof. Suyanto, dalam kesempatan yang sama mengungkapkan, motivasi dalam menulis itu memang ditentukan dari proses internal dan eksternal seseorang. Proses internal itu seperti halnya kita punya cita-cita seperti apa, kemudian ingin dikenal sebagai apa, bahkan besok ketika mati ingin dipikul orang dan yang memikul itu berkomentar seperti apa, itu adalah termasuk motivasi internal yang ada dalam diri pribadi seseorang. Sementara itu, yang eksternal, adalah semua kekuatan yang membangun, membentuk kemauan kita dan mengondisikan agar kita berbuat sesuatu. Doing someting.

Kemudian, mengenai cara meningkatkan motivasi menulis, menurut Prof. Suyanto, dengan menulis itu sendiri. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta periode 1999-2003 dan 2003-2007 itu menguraikan, pertama yang membuat sulit itu adalah mengawali. Jika yang tidak biasa menulis dan menulis itu duduk, berdiri lagi, pergi ke kulkas, minum, duduk lagi, tidak apa, lakukan itu. Setelah itu, tulislah satu paragraf yang menjelaskan peristiwa. Apakah menulis dengan teknik chronological, compairing, contrasting, atau narasi itu sah-sah saja. Jika itu dilakukan di negara maju, tidak menjadi masalah.

“Di Amerika, sejak SD sudah diajarkan menulis. Seperti apel dan pisang, siswa disuruh menulis. Apa bedanya kedua buah tersebut, itu adalah teknik compairing,” terangnya. Lebih lanjut, anggota BSNP ini mencontohkan, kita bisa menjelaskan ruangan secara kronologis menjadi sebuah tulisan dan itu dibiarkan bebas.

Namun, Prof. Suyanto menambahkan, di Indonesia, sejak dulu dari Sabang sampai Merauke, menulis itu sudah ada template-nya, ada pakemnya, selalu diawali “pada suatu hari”. Mantan Dirjen Mandikdasmen itu menegaskan bahwa itu tidak benar, karena menulis pada intinya adalah membangun sebuah paragraf. Di setiap paragraf itu ada topic sentence.  Topik dalam paragraf itu seperti apa, yang kemudian didukung oleh ide-ide, baik berupa data, pengalaman dan sebagainya.

Untuk itu, Guru Besar UNY itu mengajak peserta seminar menciptakan hantu bagi peserta itu sendiri. Memiliki rasa takut terhadap apa ketika tidak menulis. Saat pulang dari Amerika tahun 1986, Prof Suyanto menulis karena takut miskin. Kalau ia seorang doktor, kemudian hidupnya miskin, itu tidak akan menjadi uswatun hasanah bagi orang-orang yang mau sekolah doktoral.

Dari motivasi tersebut, akhirnya hingga lima belas koran skala nasional memuat tulisannya. “Hantu apa yang Saudara takuti agar Saudara mau menulis?” pungkasnya. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here