
Suyato, M.AP.
Kepala LPMP Sumatera Selatan
Suyanto.id–Akhir-akhir ini kita diperkenalkan dengan istilah baru yang muncul di tengah pendemi Covid-19. Istilah baru ini bagi sebagian besar masyarakat mungkin masih terdengar asing, tak terkecuali bagi insan pendidikan. Lalu, apa istilah baru tersebut? Istilah baru itu adalah new normal.
New normal (Indonesia: ‘kenormalan baru’) adalah tatanan kehidupan normal yang baru bagi masyarakat di tengah-tengah pandemi Covid-19. New normal adalah perubahan perilaku masyarakat sehari-hari agar tetap bisa menjalankan aktivitasnya secara normal, dengan ditambah penerapan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan virus Covid-19 yang kian meluas. Istilah ini pertama kali digunakan terkait bisnis dan ekonomi, yaitu usai krisis ekonomi 2007-2008.
Secara konseptual, rencana penerapan new normal ini perlu dilakukan mengingat hingga sekarang masih belum ditemukan obat dan vaksin yang tepat untuk mengatasi virus corona. Sementara itu, aktivitas kehidupan masyarakat tetap dibatasi sampai waktu yang tidak ditentukan. Implikasi lebih lanjut, ekonomi masyarakat dan negara kian anjlok, yang pada akhirnya akan menimbulkan berbagai kerawanan seperti: kerawanan pangan, sosial, pertahanan, keamanan negara, dan lain-lain. Untuk itu, diperlukan resolusi jalan tengah, yakni membuka kembali akses kehidupan masyarakat dengan tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Menurut Pradiptajati (CNBC Indonesia, 2020), new normal dalam masa pandemi ini adalah membiasakan hal-hal yang sebelumnya jarang dilakukan, mulai dari perubahan pola hidup yang culture hygiene, social distancing, dan lain-lain. Dalam istilah psikologi, pembiasaan seperti ini lazim dikenal dengan istilah conditioning, yakni memodifikasi perilaku seseorang untuk berubah dari kebiasaan satu ke kebiasaan yang lain dan dari kebiasaan lama ke kebiasaan baru melalui pemberian stimulus-stimulus tertentu. Kebiasaan baru itu adalah bisa berkompromi, hidup berdampingan, dan berdamai dengan Covid-19.
Istilah new normal muncul kembali di Indonesia setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengintrodusir gagasan bahwa masyarakat Indonesia harus bisa berkompromi, hidup berdampingan, dan berdamai dengan Covid-19. Untuk itu, sembari menunggu perkembangan obat dan vaksin yang tepat, pemerintah akan mengatur kehidupan masyarakat dengan kebiasaan-kebiasaan baru, agar kehidupan masyarakat dapat kembali berjalan dengan normal dan produktif. Nah, inilah yang kemudian disebut Jokowi sebagai new normal.
Terlepas dari pro dan kontra dari rencana penerapan new normal ini, sejatinya new normal adalah sebuah keniscayaan di tengah ketidakpastian. Ketika semua pihak tidak ada yang bisa menjamin dan memastikan kapan pandemi ini akan berakhir, maka menjadikan new normal ini sebagai resolusi jalan tengah patut diapresiasi. Cepat ataupun lambat, suka ataupun tidak, penerapan resolusi ini seyogianya dapat menjadi alternatif pemecahan masalah yang moderat.
Bagi masyarakat, berdiam diri di rumah secara terus-menerus tanpa ada kepastian kapan pandemi ini akan berakhir, jelas tidak menguntungkan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Demikian pula dengan pendidikan, sekolah tidak mungkin ditutup hingga berbulan-bulan. Tahun ajaran baru tidak mungkin dilewatkan hanya dengan permakluman.
Sekolah harus segera berbenah dan bersiap diri membuka kembali layanan guna mencerdaskan anak-anak bangsa. Sekolah harus menjadi role model bagi penerapan new normal di tengah masyarakat. Sekolah harus menjadi pusat edukasi bagi masyarakat dalam penerapan new normal yang mencerdaskan, mencerahkan, dan aman bagi semua warga sekolah dan warga masyarakat.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tentu akan menerapkan kebijakan new normal bagi pendidikan ini dengan hati-hati dan dengan kajian yang saksama. Kita tunggu saja implementasi dari new normal ini, dan semoga menjadi solusi jalan tengah yang aman, efektif, dan bisa diikuti oleh seluruh insan pendidikan di Indonesia. Wallahu’alam. (*)