Home Gagasan Ilmiah Populer Pemalsuan SKTM

Pemalsuan SKTM

0

Prof. Suyanto, Ph.D.
(Guru Besar FE Universitas Negeri Yogyakarta, Dirjen Manajemen Dikdasmen 2005 – 2013)

Bersamaan selesainya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), muncul fenomena sangat menyedihkan dan memprihatinkan yaitu adanya pemalsuan surat keterangan tidak mampu (SKTM) oleh keluarga mampu secara ekonomi. Mengapa mereka para keluarga mampu melakukan pemalsuan surat keterangan tidak mampu? Tujuan mereka sangat pragmatis meskipun daya rusaknya pada pendidikan karakter sangat dalam dan memilukan.

Pemalsuan SKTM sungguh mencerminkan rendahnya moralitas para orang tua yang dengan sengaja menyeret anaknya untuk memasuki kebiasaan buruk dan tak terpuji yang tidak sesuai dengan kaedah moral ada agama. Seharusnya para orang tua memberi teladan yang mulia bagi para anak-anaknya yang dicintai dalam lingkup keluarga. Tidak perlu menghalalkan cara untuk mendapatkan bangku sekolah bagi anak-anaknya. Jika seandainya tidak bisa diterima di sekolah negeri para orang tua mampu itu masih memiliki opsi yang terbuka dengan cara menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta karena mereka sebenarnya mampu membayar biaya pendidikan untuk anak-anaknya di sekolah swasta. Saat ini sekolah swasta juga ada yang baik, bahkan ada yang melebihi sekolah negeri dalam aspek kualitasnya. Untuk sekolah swasta tidak diberlakukan sistem zonasi, sehinga para orang tua yang mampu bisa mendaftarkan anaknya di mana saja sekolah swasta itu berada.

Apa dampak perbuatan memalsukan SKTM? Dengan memalsukan SKTM, ada anak lain calon siswa yang tergusur haknya meskipun mereka telah menyiapkan diri untuk masuk ke sekolah tertentu dengan belajar secara disiplin, jujur dan tekun. Keputusan orang tua untuk membuat SKTM palsu itu sungguh tak bermoral dan sangat merugikan bagi penumbuhan lingkungan yang kondusif untuk tumbuhkembangnya karakter mulia bagi anak-anak mereka sendiri di lingkup keluarga. Harusnya mereka yang memalsukan SKTM itu bertobat dan tidak akan melakukan perbuatan serupa di masa datang.

Penguatan pendidikan karakter (PPK) saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah. Hal ini dilakukan karena kita semua menyadari bahwa bangsa ini menderita krisis karakter. Oleh karena itu diperlukan banyak panutan bagi anak-anak agar bisa mencontoh perilaku mulia dari lingkungan dan orang terdekatnya yaitu keluarga dan orang tua. Dalam pendidikan karakter ada tiga pendekatan penting untuk implementasinya, yaitu melalui pendekatan budaya kelas, budaya sekolah, dan budaya masyarakat. Semua pembudayaan itu terbentuk melalui proses habituasi atau pembiasaan. Jadi karakter itu pada prinsipnya juga merupakan pembiasaan. Kalau saja orang tua sudah biasa berbohong kepada dirinya sendiri, berbohong kepada anaknya sendiri, dan sekaligus juga berbohong kepada publik dengan cara membuat SKTM, maka sungguh perbuatan mereka itu menjadi predator yang buas terhadap pembudayaan karakter di lingkup keluarga. Masyarakat memiliki komponen terpenting yaitu keluarga. Jika komponen penting masyarakat ini melakukan pembiasaan yang tidak berarakter mulia maka rusaklah pembudayaan karakter yang berbasis masyarakat.

Baca juga:   Ekuivalensi Jam Mengajar

Habituasi karakter yang mulia akan berhasil ketika ada konsistensi nilai yang dianut dan dipegang teguh di lingkup kelas, sekolah dan keluarga (masyarakat). Ada lima karakter utama yang saat ini sedang dibudayakan, dihabituasikan, dan diinternalisaskan memlalui program Penguatan Pendidikan Karakter di sekolah. Lima karakter utama itu meliputi: nasionalis, religius, mandiri, gotong royong, dan integritas.

Pemalsuan SKTM oleh sekelompok keluarga mampu yang terjadi ketika PPDB belangsung baru-baru ini sungguh sangat merugikan program penguatan pendidikan karakter di sekolah. Pemalsuan itu jelas merupakan contoh buruk perilaku orang tua dilihat dari dua nilai utama karakter yaitu kemandirian dan integritas. Manakala orang tua menunjukkan perilaku yang tidak mencerminkan kemandirian dan integritas, bisakah mereka masih memiliki cita-cita dan harapan agar anak-anak mereka juga memiliki kemandiirian dan integritas?

Seharusnya orang tua ikut menjaga konsistensi pembudayaan nilai utama dari penguatan pendidikan karakter dalam lingkup keluarga masing-masing. Nampaknya para orangtu yang memalsukan SKTM itu baru memahami pendidikan karakter dalam domain pengetahuan semata. Mereka belum memahami tiga komponen penting pendidikan karakter: moral knowing, moral feeling, dan moral action jika kita meminjam terminologi Thomas Lickona.

Tulisan ini terbit pertama di Harian Kedaulatan Rakyat edisi 13 Juli 2018.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here