
Yance Valensya Rumahmury, S.Pd.
Mahasiswa S2 Pendidikan IPS Universitas Negeri Yogyakarta
Suyanto.id–Indonesia kini telah memasuki era baru dalam berbagai hal, baik sektor kesehatan, ekonomi, sosial, maupun pendidikan. Hal ini terkait dengan pandemi Covid-19 sejak sekitar tujuh bulan lalu.
Dari total 34 Provinsi di Indonesia, hampir seluruhnya terkena dampak virus yang bermula dari Negara China ini, tak terkeculi dengan Provinsi Maluku, dengan total kasus positif sebanyak 1.064 kasus dan dinyatakan meninggal sebanyak 21 orang (data gugus tugas Maluku 27 September 2020).
Pemerintah daerah, dalam hal ini Gubernur Maluku dan bupati seluruh kabupaten di Maluku, terus berupaya membuat kebijakan-kebijakan guna menekan angka penyebaran virus corona di Maluku. Di antara kebijakan tersebut adalah PSBB yang berlaku di Kota Ambon dan lockdown bandara serta pelabuhan di tiap kabupaten kepulauan (Kabupaten Malra, Kabupaten MBD, Kabupaten Kepualuan Tanimbar, Kabupaten Buru, Kabupaten Buru Selatan, dan juga Kabupaten lain di Maluku).
Salah satu sektor yang terkena dampak serius dari pandemi ini adalah sektor pendidikan, di mana sejak awal Maret dilakukan pembatasan sosial. Para siswa dirumahkan dan secara tiba-tiba harus beralih dari pembelajaran tatap muka ke pembelajaran dalam jaringan (daring) yang oleh Kementerian Pendidikan disebut dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Langkah yang diambil ini dinilai bukanlah masalah besar bagi peserta didik di kawasan perkotaan yang pada dasarnya media daring juga sudah mulai eksis digunakan. Akan tetapi, bagaimana dengan para peserta didik daerah-daerah lain di luar ibu kota Provinsi Maluku (Ambon) yang belum melek media daring dan dengan peralihan yang begitu mendadak? Belum lagi persoalan infrastruktur yang menyebabkan akses internet dan fasilitas daring lain masih minim di Provinsi Maluku.
Berdasarkan data BPS Provinsi Maluku, penduduk yang mengakses internet hanya 33,89 persen. Desa yang memiliki akses internet 4G pun masih minim yaitu hanya sebesar 11 persen (Podes, 2018). Itu pun beberapa daerah hanya mengandalkan akses internet di kantor desa dengan listrik yang menyala 12 jam. Persoalan geografi kepulauan menambah masalah dalam mengakses internet.
PJJ lebih cocok diterapkan di daerah kota yang memiliki internet cepat dan kesadaran siswa yang bagus. Harus diakui, Maluku belum siap menerapkan PJJ secara utuh karena kondisi geografi yang beragam. Sistem yang menuntut kesadaran tinggi siswa ini sebenarnya juga perlu pengawasan orang tua.
Kapasitas orang tua sebagai mentor bagi anaknya dalam menunjang pelaksanaan PJJ sangat dibutuhkan. Namun, lagi-lagi tidak semua orang tua mempunyai waktu dan kapasitas tersebut apalagi mereka mayoritas petani dan nelayan yang berada di garis kemiskinan. Itu artinya, karena tuntutan ekonomi dan latar belakang pendidikan serta faktor pekerjaan, orang tua tak sempat dan tak mampu mendampingi anak untuk PJJ.
BPS Maluku menyebutkan, 27 persen angkatan kerja di Maluku berpendidikan SD dan 28 persen penduduk yang pekerjaannya mengurus rumah tangga juga berpendidikan SD. Dapat diasumsikan sekitar 27 persen kepala rumah tangga dan istrinya berpendidikan rendah. Dengan keadaan tersebut, dapat dikatakan bahwa dalam tujuh bulan ini pendidikan di Maluku jalan di tempat, bahkan dapat dikatakan mundur. Siswa hanya diberikan tugas sekadarnya, bahkan beberapa tugas di luar kemampuan siswa karena belum pernah diajarkan sebelumnya.
Pendidikan Maluku seakan mengalami pukulan bertubi-tubi. Jika sebelumnya pendidikan melawan masalah kekurangan guru, fasilitas sekolah yang minim, akses jalan ke sekolah yang memprihatinkan, dan banyaknya angka putus sekolah, kini harus melawan musuh baru yang bernama Covid-19. Pemerintah daerah harus mencari jalan keluar untuk generasi penerus Maluku karena pemerintah daerahlah yang lebih paham tentang daerahnya sendiri, tentu dengan berkoordinasi dengan pemerintah pusat.
Pendidikan sejatinya adalah hal yang sangat penting di Maluku. Terciptanya pendidikan dan generasi yang berkualitas dalam mengolah kekayaan sumber daya alam di Maluku akan mampu membawa Maluku kepada kualitas hidup yang lebih sejahtera dan akan melepaskan Maluku dari predikat salah satu Provinsi termiskin di Indonesia.
Harapannya, semoga pandemi ini dapat segera berakhir sehingga seluruh sektor dapat kembali beraktivitas secara produktif. Untuk fasilitas dan akses pendidikan, semoga dapat diperhatikan sehingga seluruh peserta didik dapat menikmati kualitas pendidikan yang sama. (*)