
Oleh Gus Nas Jogja
Antara kredo dan manifesto
Sumpah Pemuda adalah mahakarya puisi
1928 adalah tahun penuh makna
Ketika Indonesia masih sebatangkara
Manakala kedaulatan bangsa sebatas bianglala
Hari itu tanggal 28 Oktober
Saat Jong Java Jong Celebes Jong Borneo Jong Sumatera Jong Sunda dan seterusnya
Bersumpah dalam bait-bait puisi penuh gelora
Daulat kata-kata menegakkan dada
Daulat puisi merumuskan makna
Sumpah Pemuda tak cuma sebatas kata
Belajar dari sejarah panjang penuh duka-lara
Para pemuda mencari bentuk dari remuk-redam sejarahnya
Para pemuda mengerami telur kata-kata
Lalu menetaslah Sumpah Pemuda
Berguru pada Mpu Tantular dan Gajah Mada
Mengacu pada kitab Kakawin Sutasoma dan Sumpah Palapa
Para pemuda itu menyalakan bara
Dan nyala api Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa
Telah berkobar di dadanya
Saat itu merah dan putih belum dijahit menjadi bendera
Kala itu nusa dan bangsa masih tercerai-berai tak tentu rimba
Ketika itu bahasa Indonesia masih berserak-serak dimana-mana
28 Oktober 1928
Atau lebih tepatnya Satu Abad setelah Perang Jawa dikobarkan
Seratus tahun sesudah Pangeran Diponegoro mengangkat kerisnya
Puisi demi puisi diasah dan diruncingkan untuk perlawanan
Sumpah Pemuda tak cuma sebatas kredo dan manifesto
Bukan pula retorika dan busa-busa
Ia adalah daulat jiwa dalam kata
Ia adalah daulat hati dalam bunyi
Ia adalah daulat semangat untuk menunaikan amanat
Satu Nusa
Satu Bangsa
Satu Bahasa
Indonesia
28 Oktober 2020