Home Gagasan Ilmiah Populer Pygmalion Effect pada Pendidikan dan Covid-19

Pygmalion Effect pada Pendidikan dan Covid-19

31
Pygmalion Effect pada Pendidikan dan Covid-19
Lukisan Pigmalion oleh Jean-Baptiste Regnault, 1786. Sumber: Wikimedia Commons

Prof. Suyanto, Ph.D.
Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta; Dirjen Mandikdasmen Kemdiknas 2005 – 2013; Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan 2019 -2023

Suyanto.id–Berawal dari mitos Yunani, Pygmalion, kemudian diteliti sampai pada proses pembelajaran di sekolah-sekolah. Mitos itu adalah sebuah cerita dari kehidupan pemahat patung gadis dari gading yang jatuh cinta pada hasil pahatannya sendiri. Pematung itu berangan-angan bahwa gadis hasil pahatannya, sungguh cantik jelita menawan hati, mempesona, sehingga menjadi idaman bagi semua pria. Kalau patung gadis cantik itu dipegang bisa memberikan respons romantis kepadanya. Begitu juga kalau dicium bisa memberikan balasan yang hangat dan mesra. Bahkan menurut mitos itu si gadis akhirnya bisa hamil dan beranak.

Mitos ini akhirnya dikembangakan dalam dunia nyata oleh Robert Rosenthal yang kemudian melahirkan teori: Self-fulfilling Prophecy.



Teori ini sangat dahsyat pengaruhnya pada praxis pembelajaran di kelas-kelas. Riset tentang pygmalion effect banyak dilakukan, seperti misalnya riset yang hasilnya dipublikasi ini: Rosenthal, RobertJacobson, Lenore (1992). Pygmalion in the classroom: teacher expectation and pupils’ intellectual development (Newly expanded ed.). Bancyfelin, Carmarthen, Wales: Crown House Pub. ISBN 978-1904424062.

Masih banyak riset ingin menguji apakah ekspektasi guru pada siswanya akan mempengaruhi capaian belajar siswa? Ternyata yes, iya berpengaruh sekali. Tidak saja prestasi, tetapi juga berpengaruh pada pengembangan intelektual para siswa. Dengan bahasa sederhana, jika para guru/dosen memiliki ekspektasi yang positif terhadap siswa/mahasiswanya, maka siswa/mahasiswa itu akan mengalami proses tumbuh kembang intelektualnya secara baik, dan dengan demikian akan memiliki prestasi yang bagus. Itulah prinsip Self-fulfilling prophesy. Jadi kalau kita berpikir negatif bahwa siswa yang akan kita ajar itu bodoh, maka dia akan jadi bodoh beneran karena efek dari ekspektasi negatif kita yang kemudian diikuti dengan perilaku mengajar yang tidak baik di kelas.

Baca juga:   Efek Streisand Isu Boikot Wikipedia

Self-fulfilling prophesy berlaku juga di bidang politik dan ekonomi. Kalau masyarakat pikirannya akan ada chaos, maka akan terjadilah kekacauan dalam kenyataan di masyarakat. Kalau di masyarakat orang banyak yang berpikir bahwa ekonomi akan hancur, maka hancurlah ekonomi kita karena anggota masyarakat banyak yang rush ke bank-bank yang ada.

Bagaimana dengan Covid-19? Berlakukah teori Self-fulfilling Prophesy atau Pygmalion Effect pada diri kita dan masyarakat? Jawabnya, yes.. so pasti berlaku. Kalau kita ekspektasinya sukses melawan Covid-19, tentu kita akan selamat dari colekannya. Kalau masyarakat memiliki ekspektasi bahwa Covid-19 adalah common enemy, maka sukseslah kita mengusirnya dari NKRI.

Pendek kata tetaplah optimis, mengembangkan ekspektasi positif tentang hidup kita masa yang akan datang, sambil berdoa kita suskses melewati lubang jarum ganasnya Covid-19. Semoga begitu. Salam sehat dan sukses. (*)

31 COMMENTS

  1. Terima kasih Prof. Suyanto.
    Memang benar kalau kita niat dng kepercayaan penuh maka secara otomatis kekuatan dari dalam diri muncul untuk mengalahkan semua hambatan yang ada sehingga apa yg kita inginkan tercapai. Kalau kita percaya virus covid19 akan bisa kita binasakan In Syaa Allah virus tsb akan musnah. Salam Sehat.

  2. Apapun yg terjd dlm kehidupan kita harus selalu optimis, dan jgn lupa Allah selalu mendampingi umatnya yg selalu optimis…..tulisan prof sangat luar biasa menginspirasi dlm situasi covid 19 ini….trims prof motivasinya

  3. Sangat bagus Prof. Dirjen….saya bepikir teori ini sebenarnya ayat Qauniyah —- ayat yg tertulis di alam yg bisa digunakan sebagai penjelas atas ayat Qauliyah — dalam Al Quran sebagai firman Allah yg artinya bahwa “Aku sebagaimana sangkaan hambaku”. Saya pribadi sangat berterima kasih atas pencerahan ini. Jazakumullah Prof.

  4. Setuju sekali Prof. Optimisme harus mulai dari sendiri. Optimisme kita sangat berpengaruh pada orang2 di sekitar kita. Hal ini bisa kita terapkan dalam menghadapi pandemi covid-19 dan dalam kegiatan KBM daring di tengah pandemi ini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here