
Galih Istiningsih, M.Pd.
Kandidat Doktor Pendidikan Dasar Universitas Negeri Yogyakarta dan Dosen PGSD Universitas Muhammadiyah Magelang
Suyanto.id–Gawai memiliki fungsi yang penting dalam keberlangsungan pendidikan di masa pandemi sekaligus menjadi tantangan masif bagi para orang tua. Tantangan ini meliputi durasi di depan layar yang tinggi, pengawasan konten internet yang dapat diakses oleh anak, sampai berkurangnya aktivitas fisik secara dramatis. Tantangan ini wajar terjadi karena di masa pandemi, mobilitas fisik sangat dibatasi, sehingga eksistensi gawai tidak hanya sebagai media pendidikan, tetapi juga sumber pendidikan. Bagi orang tua, gawai diposisikan sebagai kunci terlaksananya pembelajaran daring sehingga banyak yang membelikan perangkat ini sebagai sarana belajar.
Apabila kita cermati, banyak orang tua yang kurang memberikan pengawasan penggunaan gawai di masa pandemi. Tidak semua orang tua mampu mengelola anak untuk memanfaatkan gawai dengan benar dan tepat sasaran. Orang tua kebanyakan cenderung memanjakan dengan mengizinkan menyia-nyiakan tenaga dan kuota untuk memakai gawai asalkan mereka diam dan tidak menyulitkan saat berada di rumah. Padahal, pemakaian gawai akan efektif mendidik bila dengan tepat dan benar, misalnya untuk mengakses berbagai informasi, permainan, atau berbagai aplikasi yang mampu membantu belajar. Pemakaian gawai berlebihan akan berbahaya bila tidak dikawal secara tegas dan serius.
Tak dapat dipungkiri, di masa pandemi orang tua berperan penting saat BDR (belajar dari rumah) yang tidak sekadar mengajarkan kognitif, tetapi juga psikomotorik, dan afektif. Pada titik ini semua orang tua harus mampu menjadikan seluruh anggota keluarga ramah gawai. Dampak negatif penggunaan gawai tanpa bimbingan dan pengelolaan yang memadai, di antaranya kecanduan, lupa waktu, ujaran kebencian, berita hoaks (bohong), perundungan siber, bahkan pornografi anak. Maka dari itu, orang tua sebagai teladan di lingkungan pertama untuk menguatkan karakter dan mencerdaskan kehidupan bangsa, orang tua harus ramah gawai dan menerapkan pengasuhan organik.
Bayang-Bayang Gawai di Masa Pandemi
Gawai menjadi barang penting di masa pandemi. Di saat setiap orang harus berada di rumah, banyak kegiatan yang harus beralih menjadi daring, misalnya belajar, bekerja, sampai berbelanja. Berdasarkan statistik yang dilansir oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), Indonesia mengalami peningkatan trafik penggunaan internet sebesar 20-25%. Sementara itu, riset yang dirilis Internasional Frontiers in Psychiatry, menemukan kebiasaan masyarakat Indonesia yang mengalami kecanduan gawai selama pandemi Covid-19 meningkat, yang semula 3% menjadi 14,4%. Durasi online juga meningkat menjadi 52% jika dibandingkan sebelum pandemi. Peningkatan ini terjadi, salah satunya karena aktivitas BDR dilakukan setiap hari. Dengan menerapkan kegiatan belajar dari rumah yang berbasis digital, sudah menjadi hal urgen anak membutuhkan aktivitas berinteraksi gawai yang kian tinggi.
Riset lain terkait dengan pengalaman siswa belajar dari rumah selama masa pandemi Covid-19, merangkum dari laman Sahabat Keluarga Kemendikbud, UNICEF menyelenggarakan survei pada 18-29 Mei 2020 dan 5-8 Juni 2020 lalu, sebanyak 66 persen dari 60 juta siswa dari berbagai jenjang pendidikan di 34 propinsi, mengaku tidak nyaman belajar di rumah. Alasan utama tidak nyaman belajar di rumah adalah 38% siswa kurang bimbingan dari guru dan 35% menyatakan akses internet yang buruk.
Data tersebut menunjukkan perlu peran sinergis orang tua dan guru untuk membuat nyaman saat belajar di rumah. Selain itu, bimbingan dan pengasuhan orang tua menjadi pondasi utama agar anak nyaman belajar, terutama saat memanfaatkan gawai dalam pembelajaran. Konsekuensinya, orang tua juga harus bersedia mendampingi anaknya dalam memanfaatkan gawai dengan tepat sasaran. Saat praktiknya, sering kali kita menemukan anak-anak menghabiskan waktu untuk menggunakan gawai bermain-main lebih besar dari pada belajar mengerjakan tugas online. Dalam situasi ini peran orang tua seharusnya menjadi pengawas pertama terhadap penggunaan gawai yang berlebihan.
Pola Asuh Organik Ramah Gawai
Orang tua memiliki peran krusial dalam mendampingi anak ketika mengakses dunia digital. Jangan sampai pembelajaran daring menjadi pintu masuk kecanduan gawai. Dampak yang diakibatkan kecanduan gawai akan berefek panjang, misalnya anak akan jarang beraktivitas dengan daya motorik, menurunnya kemampuan sosial dan cinta lingkungan.
Merespons hal tersebut, diperlukan pola asuh orang tua dalam penggunaan gawai. Menurut pandangan Wilis (1994) pola asuh dibagi menjadi tiga macam, yaitu koersif, dialogis, dan permisif. Tiga pola tersebut dapat diterapkan dalam pemanfaatan gawai pada anak.
Pola asuh dilaksanakan disesuaikan dengan kepribadian anak. Beberapa cara sederhana yang dapat dilaksanakan untuk meminimalisasi dampak pemanfaatan gawai adalah dengan pola asuh organik ramah gawai. Pola asuh organik ramah gawai adalah pola pengasuhan yang mengajarkan anak hidup lebih ramah lingkungan dan ramah gawai dengan menggunakan cara-cara alami untuk semua aspek kehidupan anak, meliputi aktivitas, konsumsi, dan interaksi dengan orang tua. Ada lima strategi dalam membangun rumah ramah gawai berbasis organic parenting, yaitu pola komitmen, edukasi, pola, pengalihan, dan religi.
Pertama, komitmen. Setiap anggota keluarga saat di rumah harus menemukan kenyamanan dalam penggunaan gawai dengan mendiskusikan kebutuhan, tanggung jawab, dan resiko dalam pemanfaatan gawai. Orang tua perlu mengecek setiap hari terkait isi ponsel supaya ada monitoring bila disalahgunakan.
Kedua, edukasi. Orang tua perlu menyamakan persepsi kenyamanan dan batasan aturan jam akses dan lamanya akses penggunaan gawai. Didahului teladan dan contoh orang tua, sehingga menjadi keluarga yang ramah gawai. Waktu luang diisi dengan edukasi ekoliterasi.
Ketiga, pola. Pola yang dimaksud adalah mengajarkan anak dapat memilih apa saja yang ia konsumsi di rumah. Konsumsi ini, bisa dikaitkan dengan konsumsi makanan yang sehat seperti sayuran organik, tidak makanan junk food, serta membatasi penggunaan gula. Pastikan kebersihan tangan anak sebelum makan, hindari pemberian makan dan minum dengan kadar lemak tinggi, pemanis, dan penyedap rasa. Selain konsumsi makanan, anak juga diajarkan dapat mengkonsumsi info yang bermanfaat dari dunia maya.
Langkah keempat, aktivitas. Mengalihkan kebiasaan anak dalam menggunakan gawai dengan kegiatan gerak fisik dengan kegiatan interaktif yang dapat mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, mental, dan sosial anak, misalnya aktivitas berbau alam seperti berkebun, melakukan kegiatan berbasis lingkungan, dan mengarahkan ke aktivitas sosial.

Langkah terakhir, religi. Perkuat pemahaman dan kajian agama. Pemahaman agama merupakan hal yang penting ditanamkan pada anak untuk mengatasi dampak negatif penyalahgunaan gawai. Dengan pemahaman agama yang baik, seorang anak akan mampu untuk menyaring hal yang baik dan tidak baik. Anak akan mampu membedakan mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan sesuai dengan ajaran agama masing-masing.
Mari Seimbangkan!
Kebutuhan penggunaan gawai di masa sekarang ini mengharuskan orang tua melakukan pengawasan ekstra kepada putra-putrinya di rumah. Orang tua harus menjadi pengawas, guru, sekaligus teman diskusi yang menyenangkan. Orang tua berkewajiban menciptakan rumah ramah gawai yang mendorong pola hidup sehat secara mental, fisik, dan spiritual dengan mengaplikasikan organic parenting. Organic parenting ini merupakan salah satu model yang dirancang kreatif dan dapat menghindarkan generasi muda dari kecanduan gawai sehingga dapat mengurangi efek negatif yang ditimbulkan. (*)