
Awanis Akalili S.I.P., M.A.
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Yogyakarta dan Kandidat Doktor Kajian Budaya dan Media Universitas Gadjah Mada
“Enak ya hidupmu, semuanya serba ada.”
“Setiap hari kau tertawa lepas, seperti tak ada masalah. Saya iri padamu.”
Berdiskusi masalah fungsi komunikasi dalam sudut pandang ekspresif dalam kelas pengantar ilmu komunikasi, mengingatkan saya pada bagaimana ekspresi dapat menjadi salah satu cara untuk berkomunikasi sekaligus meluapkan perasaan yang dialami individu. Senyuman dianggap menggambarkan rasa senang, sementara tangisan ialah bentuk kesedihan. Sayangnya, ekspresi-ekspresi tersebut bisa jadi kebalikan dari apa yang dilembagakan sekelompok individu. Misalnya, menangis sebagai wujud kebahagiaan.
Cerita-cerita mengenai depresi mental menjadi salah satu hal yang bagi saya pribadi memiliki urgensi mengapa perlu diulas. Bahasan mengenai depresi mental terkadang membuka kembali kesedihan-kesedihan saya atas beberapa fenomena orang yang memilih untuk mengakhiri hidupnya karena tekanan sosial yang begitu tinggi. Tentu, budaya setiap wilayah berbeda-beda dan oleh karenanya tekanan serta beban hidup setiap orang juga berbeda.
Depresi bisa muncul dari segala sisi kehidupan, salah satunya tekanan lingkungan. Kim Jong-hyun misalnya, salah satu member K-Pop Idol SHINee ini mengakhiri hidupnya pada tahun 2017 silam. Tentu berita mendadak tersebut mengagetkan beberapa orang, terutama komunitas fans K-Pop. Akan tetapi, poinnya bukan pada budaya popular K-Pop, melainkan lebih kepada isu depresi mental menjadi hal yang perlu mendapatkan perhatian. Pun, Jong-hyun hanya salah satu di antara sekian banyak orang yang nampak baik-baik saja, bahagia atas pencapaiannya, tetapi ternyata ada masalah terpendam dan ia memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Bibit-bibit depresi mental juga bisa muncul karena budaya bullying. Kepolosan yang kerap dijadikan sebagai gambaran seorang Idol K-Pop yang sempurna membuat Choi Jin-ri atau yang lebih dikenal dengan nama Sulli menerima bully dari lingkungan sosialnya. Sulli merupakan salah satu figur Idol K-Pop yang mulanya tergabung dalam grup f(x). Cara berpakaian, gaya hidup, bentuk tubuh, bahkan urusan memilih kekasih menjadi perhatian publik dan sering dijadikan bahan bully. Tawa Sulli yang khas, representasi-representasi kebahagiaan yang digambarkan dalam media sosialnya, terlihat cuek dalam menanggulangi hate comment para netizen, ternyata cara-cara untuk lepas dari masalah. Sayangnya ia tidak lagi mampu menahan depresi sehingga mengakhiri hidup. Di tahun yang sama (2019), sahabatnya, Goo Ha-ra juga mengakhiri hidupnya karena mengalami depresi mental akibat tekanan sosial.
Senyum tak selalu bentuk kebahagiaan karena dalam beberapa kondisi, orang-orang yang menderita depresi mental kerap terlihat baik-baik saja. Kebetulan saja, ketika menulis narasi ini saya sedang mendengarkan lagu berjudul “Breath” yang dinyanyikan oleh Lee Hi. Lagu tersebut menceritakan napas dan semangat hidup, bahwa ketika kita lelah atas apapun yang terjadi dalam hidup, tidak apa-apa, tidak akan ada yang menyalahkan.
Kutipan lirik lagu Lee Hi, “Breath”, lirik diterjemahkan oleh Sonnie_Wonnie24.
Jong-hyun bertemu dengan penggemarnya dalam channel Youtube “Dingo K-Drama”.
“You did well today,” that’s all he wanted to hear,” dan “He comforted everyone but no one comforted him,” adalah tiga komentar yang ditinggalkan netizen pada tautan acara Dingo K-Drama yang dalam episode tersebut menghadirkan Jong-hyun. Menyedihkan, menyaksikan orang yang sedang depresi mencoba untuk menghibur orang lain; di satu sisi ia sedang berperang dengan mentalnya yang sakit, di sisi lain ia ingin menenangkan orang lain yang sedih. Rasa-rasanya seperti “That feeling when u are depressed but keep comforting others who’s sad,“ (dikutip dari komentar netizen merespons lagu Lee Hi “Breath”).
Apresiasi dengan mengatakan “you’ve worked hard” dan “you did well today” dapat menjadi suntikan semangat bagi mereka yang mengalami depresi. Mungkin beberapa orang akan dengan mudah menilai kehidupan orang lain “baik-baik saja”, tetapi kita terkadang lupa dengan masalah-masalah yang coba dipendam olehnya. Bagi individu-individu yang berkesempatan membaca tulisan ini, mari saling bersemangat menjalani segala sesuatu. Depresi mental adalah isu serius dan perlu mendapatkan perhatian karena percayalah bahwa beberapa senyuman dan tawa dapat menjadi cara seseorang untuk menutupi masalah-masalah hidupnya.
Pesan yang kemudian dapat dipetik dari fenomena ini ialah ada banyak pilihan hidup di dunia dan kita memiliki kebebasan untuk memilihnya. Bunuh diri bukan menjadi jalan keluar dalam memecahkan masalah. Meminimalisasi depresi dapat dilakukan dengan memperbanyak kegiatan positif atau pergi ke psikolog. Bercerita kepada pendengar yang baik juga dapat membantu mengurangi depresi.
Fenomena depresi mental ini mengajarkan kita untuk lebih peduli pada sesama dan bijak dalam mengambil solusi atas suatu permasalahan. Semoga kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. (*)