Home Gagasan Ilmiah Populer Sertifikasi Guru

Sertifikasi Guru

0

Prof. Suyanto, Ph.D.
Guru Besar FE Universitas NegeriYogyakarta

SEJAK guru ditetapkan sebagai tenaga profesional yang kemudian dikuatkan dengan UU No. 14 tahun 2005 tentang Gurudan Dosen, dampaknya luar biasa terhadap dunia pendidikan dan citra guru itu sendiri. Guru kemudian dipandang sebagai pekerjaan profesional yang menjadi daya tarik masyarakat. Faktanya Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) diserbu calon mahasiswa dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini. Keadaan ini sangat menguntungkan bagi perguruan tinggi pendidik calon guru karena selection ratio untuk masuk program-progam kependidikan menjadi sangat ketat, sehingga LPTK bisa memilih calon mahasiswayang memiliki passing grade yang lebih tinggi. Ini berarti perguruan tinggi penyelenggara pendidikan guru, LPTK, bisa mendapatkan calon guru yang semakin baik kualitasnya.

Guru merupakan komponen pendidikan yang paling penting dan sangat menentukan baik-buruknya kualitas pendidikan. Jika para guru berkualitas baik dan profesional, dipastikan bahwa outcome pendidikan akan baik juga kualitasnya. Hal ini terjadi karena guru yang memiliki profesionalisme akan mampu membuat pembelajaran menyenangkan, memberdayakan peserta didik baik dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun keterampilan secara komprehensif dan berimbang. Oleh karena itu di tangan guru yang memiliki profesionalisme yang tinggilah para peserta didik akan bisa belajar dengan baik, bisa menguasai pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara tuntas sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang telah dirumuskan dalam kurikulumnya. Bahkan, guru yang baik mampu mengimplemenasikan kurikulum yang kurang baik sekali pun menjadi program pembelajaran yang bermakna bagi para siswanya.

Pertanyaan yang cukup mendasar kemudian ialah bagaimana guru-guru kita saat ini yang telah melewati sertifikasi sebagai bukti dimilikinya profesionalisme dengan kompetensi yang harus dikuasai? Sudahkah ada korelasi yang positif antara sertifikasi dengan kualitas pendidikan secara nasional? Jawabnya tidak begitu menggembirakan. Mengapa demikian? Karena ternyata dengan sertifikasi, guru belum semuanya mampu menunjukkan kompetensi yang seharusnya dimiliki: kompetensi profesional, kompetensi sosial, kompetensi pedagogi, dan kompetensi kepribadian.

Kalau demikian adanya salah siapa ini? Tak layak kita menyalahkan para guru. Sebab guru kita yang jumlahnya mencapai 2,9 juta hanya sebagian kecil saja yang memiliki kesempatan untuk mendapatkan pelatihan profesi secara berkelanjutan. Lagi pula sertifikasi guru dilakukan dengan sistem portofolio pada awalnya. Berdasarkan pengalaman guru yang dibuktikan dengan berbagai dokumen maka guru akhirnya disertifikasi. Jadi memang sertifikasi pada awalnya tidak menyentuh soal kompetensi secara substansial. Belum lagi ketika bicara portofolio kita juga masih bisa mempertanyakan validitas dokumen portifilio dan juga integritas LPTK penyelenggara sertifikasi. Itulah sebabnya ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa sertifikasi guru baru berkorelasi positif terhadap kesejahteraan tetapi belum berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan. Ke depan hal ini harus tidak terjadi lagi.

Baca juga:   Buku Kurikulum 2013

Pemerintah sudah cukup besar mengeluarkan anggaran untuk membayar tunjangan sertifikasi guru. Itulah sebabnya saat ini pemerintah akan membuat program pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) atau continuing professional development (CPD) dan juga akan melakukan reformasi tatakelola guru. Guru yang profesional bukanlah guru yang tanpa penciri profesi. Dalam UU Guru dan Dosen dirumuskan dengan jelas ciri-ciri guru yang profesional, yaitu: (a) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (b) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; (c) Kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; (d) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; (e) Memiliki tanggung jawab tugas keprofesionalan; (f) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (g) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; (h) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan (i) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. Prinsip klinerja guru yang demikian ini tidak mungkin bisa terwujud manakala guru tidak berada pada sistem yang memungkinkan mereka bisa meningkatkan kompetensinya secara terus menerus. Oleh sebab itu untuk menjaga agar guru memiliki komitmen untuk selalu bekerja sesuai dengan prinsip tersebut perlu ada resertifikasi secara periodik.

Tulisan ini terbit pertama di Harian Kedaulatan Rakyat edisi Juli 2015

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here