
Nizamuddin Sadiq, M.Hum.
Ph.D. Candidate University of Southampton (UK), Dosen Pendidikan Bahasa Inggris UII, dan Alumni Universitas Negeri Yogyakarta
Suyanto.id–Mengulik sejarah kelahiran perguruan tinggi (PT) di Indonesia, cukup menantang. Selain harus jeli mengurai dan menghubungkan peristiwa-peristiwa sejarah, juga dituntut peka terhadap fakta-fakta yang ditemukan. Satu hal yang menggelitik saya sejak beberapa tahun lalu adalah tentang sejarah fakultas pendidikan, khususnya di Yogyakarta. Konon IKIP atau UNY adalah generasi ketiga alias cucu dari perguruan tinggi yang sudah lebih dulu hadir. Benarkah demikian? Apakah ada narasi yang dapat menggambarkan alur sejarah yang bisa kita telisik untuk mencari kebenaran atas klaim tersebut? Kalau ada, bagaimana menarasikannya? Perguruan tinggi mana yang pertama kali mendirikan fakultas pendidikan?
Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, mari kita lihat fakta sejarah lahirnya sebuah perguruan tinggi nasional pertama di Indonesia. Sekolah Tinggi Islam (STI) yang bercorak nasionalis dan Islamis didirikan di Jakarta tanggal 8 Juli 1945, atau 40 hari sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. STI didirikan oleh tokoh-tokoh nasional Indonesia, seperti Dr. Moh. Hatta (Proklamator dan mantan Wakil Presiden RI), Moh. Natsir, Prof. KHA. Muzakkir, Moh. Roem, KH. Wachid Hasyim, dan lain-lain. Mereka melihat kenyataan bahwa pendidikan tinggi yang ada saat itu adalah milik atau didirikan oleh Belanda. Sebut saja, Technische Hoogeschool atau Institut Teknologi Bandung kini, Recht Hoogeschool di Jakarta dan Sekolah Tinggi Pertanian di Bogor. Semua itu adalah perguruan tinggi bentukan Belanda. Oleh karena itu, tidak salah jika mengatakan STI didirikan oleh tokoh nasional Indonesia yang memiliki kesadaran berpendidikan pada masyarakat pribumi.
Sejak didirikan, keadaan Indonesia, khususnya Ibu Kota Jakarta, masih bergolak. Sekutu datang dengan membonceng tentara NICA. Kondisi tidak kondusif dan tampaknya STI pun belum bisa berjalan maksimal sebagaimana yang diharapkan. Apalagi, sejak Januari 1946, ibu kota pindah ke Yogyakarta. STI pun ikut boyongan hijrah ke Yogyakarta dan diresmikan kembali oleh Presiden Soekarno pada tanggal tanggal 10 April 1946 bertempat di nDalem Pangulon Yogyakarta. Sebagai bentuk revitalisasi perjuangan, STI diubah menjadi universitas dengan nama University Islam Indonesia atau sekarang (sejak 1947) Universitas Islam Indonesia (UII).
Peresmian UII menggantikan STI yang telah resmi beroperasi sejak tiga tahun sebelumnya di Negara Republik Indonesia diselenggarakan pada tanggal 4 Juni 1948 bertempat di nDalem Kepatihan Yogyakarta. Pada peresmian tersebut, UII membuka empat fakultas, yaitu fakultas ekonomi, fakultas hukum, fakultas pendidikan, dan fakultas agama. Melihat fakta sejarah ini, tidaklah berlebihan jika UII adalah PT pertama yang mendirikan fakultas pendidikan. Dekan pertama Fakultas Pendidikan UII adalah Prof. Drs. A. Sigit.
Hingga di fase ini, tampaknya cukup beralasan untuk mengatakan bahwa UII-lah yang melahirkan fakultas pendidikan pertama di Indonesia. Dengan kata lain, fakultas pendidikan ini lahir dari rahim UII. Namun demikian, saat dilahirkan, situasi geopolitik nasional tidak kondusif. Republik yang juga baru merdeka, sibuk berperang melawan penjajah. Anak-anak kandung Ibu Pertiwi turun ke medan perang, mempertahakan kemerdekaan yang baru saja di proklamasikan.
Singkat kata, carut-marut kehidupan Republik sebagai imbas dari peperangan mempertahankan kemerdekaan tidak memungkinkan UII dapat menjalankan proses akademiknya dengan baik. Praktis, hampir tidak ada perkuliahan di masa perang tersebut. Kalaupun berjalan maka kondisinya sangat memprihatinkan. Akibatnya, proses akademik, terlebih di fakultas pendidikan, macet dan beku. Selain karena ditinggal mahasiswanya berperang, juga karena sarana prasarana pendukung perkuliahan sangat minim. Hingga akhirnya, Fakultas Pendidikan UII dibekukan secara permanen tahun 1951.
Pada bulan Desember 1949, berdirilah Universitas Gadjah Mada (UGM). Di antara 6 fakultas awal, salah satunya adalah fakultas sastera, pedagogik, dan filsafat (FSPF). Keberadaan FSPF ini, di mana salah satu unsurnya adalah pedagogik, tentu saja tidak ada kaitannya dengan Fakultas Pendidikan UII. Tidak ada dokumen yang dapat dijadikan fakta sejarah bahwa Fakultas Pendidikan UII diambil alih oleh FSPF UGM. Namun, ada benang merah antara kondisi mandeknya Fakultas Pendidikan UII yang disebabkan banyak faktor dengan pendirian FSPF UGM. Apa itu? Benang merahnya ada pada sosok Prof. Drs. A.Sigit. Beliau adalah dekan pertama Fakultas Pendidikan UII periode 1948 –1951, sementara Fakultas Sastera, Pedagogik, dan Filsafat (FSPF) UGM sendiri lahir berdasar PP. No. 37/1950 tanggal 14 Agustus 1950. Siapa Ketua FSPF UGM yang pertama? Siapa lagi kalau bukan Prof. Drs. A. Sigit.
Inilah letak benang merahnya. Saat Fakultas Pendidikan UII dibekukan tahun 1951, Prof. A.Sigit beralih tugas sebagai Ketua FSPF UGM sejak tahun 1951 hingga tahun 1955. Pengangkatan Prof. A. Sigit sebagai ketua FSPF UGM ini bagi saya secara dejure memang tidak ada kaitannya langsung dengan “peralihan” Fakultas Pendidikan UII ke FSPF UGM, tetapi secara defacto Prof. Drs. A. Sigit meneruskan jejak sejarah dan semangat kependidikan dengan melanjutkan tongkat estafet jabatan dari Dekan Fakultas Pendidikan UII ke Ketua FSPF UGM. Fakta ini setidaknya memberikan petunjuk bahwa spirit kependidikan tetap berlanjut dari UII ke UGM Oleh karena itu, kalau fasenya diteruskan, maka “peralihan” ini kita beri nama fase berganti ibu susu. Setelah secara resmi ditutup tahun 1951, fakultas pendidikan kehilangan ibu persusuan, dan sekarang mendapatkan ibu persusuan yang baru, UGM, dengan nama FSPF.
Periode antara tahun 1955 hingga tahun 1964, spirit pendidikan yang kini bernama FSPF sepenuhnya menjadi anak asuh sejarah UGM. Dengan surat putusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan RI No. 53759/Kab tanggal 15 September 1955 (mulai berlaku 19 September 1955), bagian Pegagogik FSPF berubah menjadi fakultas ilmu pendidikan. Sebetulnya, dalam putusan tersebut, nama pedagogik sudah diubah menjadi pendidikan, namun kenyataannya nama ketua fakultas tetap menggunakan nama pedagogik. Sehingga masyarakat lebih mengenal fakultas pedagogik daripada fakultas ilmu pendidikan.
Perkembangan selanjutnya terjadi pada tahun 1962. Fakultas pedagogik dipecah menjadi tiga fakultas, yaitu fakultas ilmu pendidikan (FIP – fakultas pedagogik), fakultas pendidikan djasmani (FPD), dan fakultas keguruan dan ilmu pendidikan (FKIP). Namun, pada 1963 FPD dimasukan ke dalam lingkungan departemen olahraga dan dijadikan Sekolah Tinggi Olahraga (STO). Periode antara tanggal 19 September 1955 hingga 20 Mei 1964, kita sebut saja dengan fase tumbuh kembang. Ruh pendidikan mengalami proses tumbuh dan berkembang dengan segala aspeknya.
Sekitar tiga belas tahun sejak fase pergantian ibu persusuan dan masa tumbuh kembang, maka kini tibalah saatnya menjalani fase kehidupan remaja yang mandiri. Berdasarkan Keputusan Paduka Yang Mulia Presiden No.1/1963 dan Instruksi Yang Mulia Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP), Fakultas Ilmu Pendidikan (Pedagogik) dan FKIP UGM diintegrasikan ke dalam sebuah lembaga yang bernama Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Negeri Yogyakarta tanggal 21 Mei 1964. Pada masa fase remaja mandiri inilah IKIP Negeri Yogyakarta menegaskan identitasnya sebagai Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) terkemuka di Indonesia. Selama 35 tahun mengarungi derasnya arus tantangan, pahit getirnya aroma kehidupan dan kencangnya angin perubahan, spirit pendidikan kembali mengguncang sang remaja untuk bertransformasi menjadi manusia dewasa yang berintegritas dan berdayaguna.
Maka, sejak tahun 1999, IKIP Negeri Yogyakarta diberi perluasan mandat sebagai sebuah universitas. Namanya kharismatis, Universitas Negeri Yogyakarta. Ini adalah fase terakhir sebagai manusia dewasa yang paripurna. Keparipurnaan ini tercermin dari misinya sebagai universitas kependidikan yang unggul, kreatif, dan inovatif berlandaskan ketaqwaan, kemandirian,.dan kecendekiaan.
Semoga Universitas Negeri Yogyakarta tetap istikamah untuk menjadi universitas pendidikan yang terkemuka di Indonesia. Melahirkan pendidik yang berdayaguna, berdayacipta, dan berdayakarsa; mengkreasi materi didik, teknologi, metode, strategi, dan taktik pendidikan yang transformatif dan inspiratif. Jangan sampai ia mengkhianati khittah-nya sebagai UNIVERSITAS KEPENDIDIKAN.
Selamat Dies Natalis ke-56 UNY dan Jayalah selalu! (*)
Sangat kreatif..saya suka pembahasan dan tulisan tentang artikel ini. Semoga artikel ini bisa menambah wawasan bagi pembaca.
thanks mas, artikelnya sangat bagus
terimakasih mas nizam, artikelnya sangat bagus
Baru tahu sejarah pendirian UNY tnyt ada benang merah dgn UII, terimakasih pencerahannya
Membaca sejarah ini, begitu luar biasa energi visi dan misi dari para pendahulu yg kemudian dikibar oleh UNY.
Bagus mas Nizam. Faktual dan Enak bacanya
Matur nuwun Pak Sudarmaji