Oleh Gus Nas Jogja
Dalam debur duka bangsa kutabur bunga bagi Indonesia
Agar nalar tak ingkar agar luka tak mekar agar agama tak dijadikan cuka pada perih di kata-kata
Kudengar lidah jahiliyyah menjarah marwah
Kutatap wajah amarah bersendi iman dan ilmu yang lemah
Bagaimana bisa menebar dakwah dengan paku-paku karatan dan bibir bertabur sampah?
Hari ini kutabur bunga bagi Ibu Pertiwi
Dengan kesejukan doa yang diwariskan para nabi
Kuharumkan kembali makna agama dengan cinta dan bait puisi
Bagaimana bisa mengajak umat berakhlak dengan cara comberan
Bagaimana bisa mengajak umat ke surga dengan lidah berkobar neraka
Bagaimana bisa memberi umat nasehat dengan teladan busuk penuh maksiat
Hari ini kuhitung murung pada sukma bangsaku
Sebab cinta tak kunjung tiba
Tapi benci dihamburkan dengan jubah pongah dan lidah meludah ke cakrawala
Kujumlah galau gelisah getir gundah bangsaku
Sepotong surga yang dicabik-cabik kaum munafik tak paham agama
Zamrud katulistiwa yang dijarah menjadi perih oleh para pendurhaka
Dengan menatap biru lazuardi dan indahnya pelangi
Kuucap kembali Pancasila dalam simponi dan seloka jiwa
Agar ketuhanan terus memanggil dengan suara teduh kita semua
Sebab kemanusiaan yang tanpa keadilan dan keadaban hanya kebinatangan di rimba raya
Dan persatuan yang bernakna kesetanan akan melahirkan persatean antar sesama
Kutabur bunga di negeri ini dengan rahmat dan karunia
Agar kerakyatan tak cuma dirayakan sebatas retorika
Agar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan akan menghadirkan permusyarawatan yang sejujurnya
Dan keadilan sosial memekar menjadi karya bersama seluruh anak bangsa
Keadilan sosial yang bermatra harum bunga ketuhanan dan kemanusiaan dalam orkestra Indonesia Raya
Gus Nas Jogja, 20 November 2020