
Gus Nas Jogja
Tak ada Sukarno dan Hatta di sini
Jejak juang dwi-tunggal itu seakan sirna dari sejuk sanubari
Yang tersisa kini hanya taburan debu pada patung perunggu
Pidato Bung Karno yang penuh gelora itu tak lagi mengiang di telinga
Suara lantang yang memuntahkan deburan ombak laut selatan itu juga turut menghilang
Yang kudengar kini hanya suara-suara cemas dan kelam yang mulai berkemas
Pekik merdeka menjelma rintih jelaga
Kepada Bung Karno kuterbitkan tanya
Dimana wajah Marhaen dan senyum Sarinah itu kini berada?
Kenapa para elite politik itu kian serakah dan sontoloyo?
Kenapa para kawula alit itu kian terpapar rasa lapar dan galau?
Dimana penyambung lidah itu kini menyemburkan ludah apinya?
Kepada Bung Hatta kubisikkan suara sanubariku
Tentang koperasi yang kehilangan harga diri
Tentang sokoguru ekonomi yang ditebang habis kaum serakah yang urat malunya sudah lama mati?
Di Tugu Proklamasi hanya tersisa suara sukmaku yang parau
Suara renta yang terbata-bata mengeja luka
Inikah gotong royong yang diperas jadi ampas
Menjadi Trisila yang kian hampa
Dan Eka Sila yang gemetar menerjemahkan dirinya?
17 Agustus 2020